Warga Indonesia layak untuk berbangga diri dengan perkembangan bahasa nasionalnya, bahasa Indonesia. Perlu diakui bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa yang cukup produktif. Hal ini lazim dengan jumlah penutur ratusan juta jiwa yang menjadikan bahasa Indonesia cukup produktif dengan istilah-istilah populer baru.
Istilah populer tersebut sering kali datang dari generasi milenial atau generasi yang lahir sekitar tahun 1980-an hingga 2000-an yang cukup melek teknologi. Kepo, gabut, mager, baper, caper, santuy, anjir merupakan beberapa contoh yang membuktikan produktivitas bahasa Indonesia oleh generasi muda.
Selain produktivitas bahasa yang memunculkan makna baru seperti contoh di atas, produktivitas lain juga tampak dalam pergeseran makna. Pergeseran makna kata tersebut meliputi perluasan, penyempitan, penghalusan, pengasaran, dan perubahan makna.
Fenomena perubahan atau pergeseran makna yang terjadi pada sebuah kata atau istilah merupakan salah satu fenomena kebahasaan yang lumrah terjadi pada masa kini. Dilihat dari sisi sinkronis, sebuah kata atau leksem tidak akan mengalami perubahan pada maknanya.
Namun, hal sebaliknya akan terjadi apabila dilihat dari sisi diakronis. Dalam kurun waktu yang singkat, makna sebuah kata tidak akan mengalami perubahan, tetapi sebuah kata atau leksem berkemungkinan untuk mengalami perubahan makna dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal tersebut tidak sepenuhnya terjadi di tiap kosakata dalam suatu bahasa, hanya kosakata tertentu saja yang mengalaminya.
Abdul Chaer (2012: 311-313) dalam bukunya yang berjudul “Linguistik Umum” menyatakan bahwa terdapat lima faktor yang memengaruhi terjadinya perubahan atau pergeseran makna pada sebuah kata atau leksem tertentu. Di antaranya adalah perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, sosial budaya, pemakaian kata, pertukaran tanggapan indra, dan adanya asosiasi.
Salah satu perkembangan bahasa yang cukup populer belakangan ini terdapat dalam jargon Tarik Sis, Semongko!. Beberapa waktu terakhir berbagai media sosial Indonesia ramai dengan jargon Tarik Sis, Semongko!. Bahkan, beberapa artikel menyebutkan bahwa jargon tersebut viral hingga ke mancanegara.
Mengulas dari laman faktualnews.co, jargon Tarik Sis, Semongko! ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 2005-2006 lalu berkat diperkenalkan oleh orkes dangdut Om Sera. Namun, jargon ini kembali muncul hingga viral ketika dibawakan oleh Ridho Soleh asal Banyuwangi, Jawa Timur. Ridho Soleh sendiri berharap istilah semongko dapat dimaknai sebagai semangato sampe tua (semangatlah sampai tua) oleh masyarakat.
Sebenarnya, kata semongko dalam bahasa Jawa berarti buah semangka. Kata tersebut kemudian mengalami pergeseran makna setelah viral beberapa waktu lalu. Makna semongko dalam jargon ini sangat menarik apabila dikaji secara semantik.
Semantik secara sederhana adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang mempelajari makna kata. Dalam artikel ini penulis akan membahas mengenai makna kata semongko dalam jargon Tarik Sis, Semongko!.
Guna memperkuat penulisan sederhana ini, penulis telah melakukan penelitian melalui kuesioner beberapa waktu lalu. Dari 46 responden yang berpartisipasi dalam kuesioner ini, 78,3% menyatakan sering mendengar atau melihat di media sosial istilah semongko sejak viral hingga saat ini.