Mohon tunggu...
Lyfe Pilihan

Melawan Hoaks Secara Intelek

6 November 2017   07:54 Diperbarui: 6 November 2017   08:27 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kemajuan teknologi saat ini melaju sangat cepat bahkan lebih cepat dari kedipan mata dan telah merambah segala bidang. Di bidang elektronik, teknologi telah berhasil mengelektronisasi hampir semua kebutuhan manusia terlebih arus informasi. Melalui alat komunikasi modern berupa gadget yang didukung jaringan internet, arus informasi tak lagi dapat dibendung. Informasi dapat diakses di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Yang penting, mereka punya gadget dan ada akses internet. Dengan sedikit kemampuan mengoperasionalkan gadget, mereka dapat menjelajah apa saja mulai dari situs religi sampai situs pornografi. Hanya moralitas masing-masing yang pada akhirnya jadi kendali, mau dibawa ke mana pikiran dan rasanya, mau diisi apa otak dan hatinya.

Tak ada momen di mana  orang-orangnya tak  memainkan ibu jarinya di atas gadget di tangan. Baik dalam momen guyonan, kedinasan maupun momen sakral sekalipun tarian kedua ibu jari tak mau ketinggalan. Entah mereka sedang memberi emoticon status atau menjelajah dunia maya yang lebih dalam untuk mencari keasyikan pribadi. Begitu berartiya gadget, sampai-sampai dalam satu keluarga yang seharian berpisah untuk mencari nafkah sesampai di rumah dipisahkan oleh gadget di tangan dalam satu sofa yang diduduki bersama di depan televisi yang menyala. Mereka mungkin sedang berkomunikasi dengan sanak famili, kholeha atau sahabat nun jauh di sana tetapi teman duduk di sebelahnya dilupakan. Gadget mendekatkan yang jauh tetapi menjauhkan yang dekat.

Tak dapat dielakkan dan dipungkiri, gadget telah mengambil alih semua peran,  mendominasi tata kehidupan, dan menjadi kebutuhan bagi setiap insan. Mereka yang menolaknya pasti ketinggalan zaman. Semua orang tanpa memandang status, jenis kelamin, usia, pendidkan, dan predikat lainnya telah menjadikan gadget sebagai bagian dari hidupnya. Sejak bangun tidur sampai tidur lagi gadget tidak lepas dari tangan, seakan mati bila tak ada gadget di tangan dan gadget baru tidak ada di tangan jika mereka benar-benar mati. Karenanya, para penyedia informasi melalui dunia maya yang bebas untuk siapa saja mereka menawarkan semua informasi tentang ekonomi, politik, budaya, agama, dan informasi apa saja yang belum tentu kebenarannya.  

Sudah ditakdirkan, bahwa dunia ini berisi dua warna yang selalu hadir bersama. Ada siang ada malam, ada pria ada wanita, ada orang baik ada orang jahat sebagai pelengkap isi dunia. Dalam dunia maya, orang baik dan jahat  semua bebas berkelana. Mereka beraksi sesuai karakternya. Si baik berlomba-lomba menebar kebaikan agar bermanfaat bagi sesamanya, sedang si jahat asyik menebar informasi jahatnya berupa hasutan, pembohongan publik, fitnah dan sifat-sifat jahat lainnya. Sekarang, informasi yang berisi kebohongan itu kita kenal dengan hoaks.

Awas Ada Hoaks

Awas ada hoaks mirip peringatan awas ada anjing. Hoaks dan anjing mungkin serupa tapi tak sama yang mana keduanya selalu menggonggong, berusaha menggigit dan mencabik-cabit sasarannya. Hoaks telah merambah ke semua sendi kehidupan baik ekonomi, politik, sosial budaya maupun pendidikan. Sasaran hoaks pun beragam mulai dari pribadi, kelompok, perusahaan, publik figur, maupun pejabat politik dan pemerintahan. Tak ada sendi kehidupan yang luput dari hoaks. Hoaks muncul sesuai kebutuhan dan siap muncul kapanpun dibutuhkan seperti layaknya sebuah pesanan. Tidak ada angin tidak ada hujan, situasi yang semula tenang tenteram, tertib, dan aman tiba-tiba menjadi buyar, kepercayaan hilang, kepanikan dan kerusuhan di mana-mana akibat hoaks. Bak petir di musim kemarau, kondisi yang kacau adalah situasi yang diinginkan para pencipta hoaks.

Hoaks intinya adalah kebohongan sehingga dapat dikatakan hoaks adalah fitnah. Walau semua tahu fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Namun, pelaku hoaks tetap saja tidak  bergeming dengan lebel kejam dan ancaman dosanya meskipun tidak sedikit pelaku hoaks merupakan orang yang beragama. Bagi pembuat hoaks yang paling penting adalah tercapainya tujuan meskipun harus melanggar ajaran Tuhan.  Barang kali mata, hati dan pikirannya telah dikuasai ambisi pribadi maupun golongan sehingga norma agama, sosial dan budaya sudah tidak dipedulikannya lagi.

Tidak menutup kemungkinan, pencipta hoaks adalah sebuah organisasi terstruktur yang didonasi oleh orang-orang tertentu untuk menyerang pribadi lawannya guna menjatuhkan atau membuat pencitraan negatif. Tidak menutup kemungkinan pula bahwa hoaks merupakan bisnis jasa layanan untuk memenuhi permintan seseorang yang membutuhkan hoaks dalam mencapai tujuannya. Sebagaimana teori penawaran dan permintaan, ada pembeli ada penjual maka jadilah pasar. Semakin banyak permintaan maka produsen semakin bersaing. Jika moral dan etika bangsa semakin rusak, maka hoaks pun semakin merebak.

Di era IT saat ini, hoaks sangat mudah dan cepat disebarluaskan melalui internet dan gadget untuk mengaksesnya. Hanya dalam hitungan detik, hoaks sudah tersebar ke jutaan orang. Nyaris tak ada satu orang pun di negeri ini yang tidak memiliki gadget. Sedangkan jaringan internet sekarang sangat mudah didapatkan, di tempat-tempat publik seperti hotel, rumah sakit, kantor pemerintahh atau pun swasta, salon kecantikan, rumah makan, kafe dan warung angkringan bahkan dalam kendaraan umum pun menyediakan Wi-Fi untuk mengakses internet. Kuota internet pun saat ini sangat mudah dibeli dan harganyapun terjangkau. Kaum muda dan remaja adalah sasaran empuknya karena mereka umumnya penikmat internet saat ini. Dengan tingkat emosioalnya yang masih labil hoaks sukses besar mempengaruhi kaum muda dan remaja.

Hoaks telah memutasikan moral anak bangsa dari berbudi pekerti adiluhung menjadi culas, dan menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya. Tak sedikit hoaks yang memicu kerusuhan, mencerai beraikan persatuan dan kesatuan bangsa bahkan membunuh karakter dan argumentum ad hominemterhadap seseorang. Penebar hoaks akan bangga dan merasa sukses jika sasarannya terusik, tidak nyaman, panik atau bahkan timbul kerusuhan. Tetapi jika yang disasar tetap tenang dan menunjukkan pribadi bermartabat maka hoaks pun akan berlalu, ibarat peribahasa biarpun anjing menggonggong kafilah tetap berlalu.

Hoaks yang hubungan dengan obat-obatan dan makanan resikonya bisa massal dan fatal. Jika yang disasar produsen mungkin resikonya hanya pada kerugian material saja, tetapi bila yang disasar komsumen bisa nyawa taruhannya. Obat adalah racun, salah meminum obat berarti meracuni tubuh. Demikian juga dengan makanan, jika salah memakan makanan dan terlanjur diserap oleh tubuh berarti kita telah meracuni tubuh. Bagi pembuat hoaks mungkin itu suatu candaan tetapi bagi orang yang terpengaruh bisa maut menjemput. Apalagi bagi pembaca hoaks yang kebetulan mederita penyakit tertentu dan sudah semua cara ditempuh tetapi belum mendapatkan hasil, maka informasi hoaks pun mereka telan mentah-mentah.  

Hoaks kadang berkamlufase menjadi sosok pembela kebenaran, berkampanye tentang moralitas dan dukungan kepada  orang tertindas atau orang-orang frustasi terhadap diberlakukannya regulasi. Namun sesugguhnya, itu tidak berbeda dengan rayuan ular berkepala dua atau sengaja memancing di air yang keruh.Waspada terhadap hoaks diperlukan agar kita tidak terpedaya dengan tipu muslihatnya. Secara dini informasi dapat diwaspadai sebagai hoaks jika isinya bertentangan dengan ajaran agama, karena tidak ada satupun agama di muka bumi ini yang mengajarkan hasutan dan kerusakan.

Selain itu, informasi dapat dicurigai sebagai hoaks jika bertentangan dengan regulasi, bertentangan dengan kebenaran universal, disebarkan oleh kelompok atau komunitas tertentu yang bukan media informasi pemerintah maupun swasta, menyerang pribadi seseorang yang sedang mengikuti pencalonan kepala negara atau kepala daerah, ditujukan pada publik figur baik dalam pemerintahan atau swasta, ditujukan pada produk barang tertentu karena persaingan dagang dan segala sesuatu yang tidak logis dan rasional.

Menanggapi Hoaks

Menanggapi informasi yang kita terima sebaiknya dengan kepala dingin apalagi jika informasi itu tidak menyangkut langsung pribadi kita. Orang tua kita menasehati, aja kagetan aja gumunan. Dengan tidak mudah kaget dan heran maka diharapkan kita dapat berpikir jernih untuk menanggapi informasi. Jika kita tidak tahu persis dasar-dasar dan sumber informasi, sedang kita tidak berkepentingan dengan informasi itu maka pilihan terbaiknya adalah tidak meneruskan ke orang lain. Jika kita meneruskan ke orang lain dan ternyata informasi itu adalah hoaks maka kita juga sudah menjadi penyebar fitnah. Waktu, tenaga dan biaya yang kita keluarkan untuk meneruskan hoaks tidaklah seberapa tetapi bagi objek hoaks dampaknya mungkin bisa sangat besar dan berlaku seumur hidup atau dapat menghilangkan peluang yang bisa diraihnya.

Apabila kita ada kepentingan langsung maupun tidak langsung dengan sebuah informasi untuk diteruskan, maka kita harus bandingkan terlebih dahulu dengan sumber informasi lainnya terlebih jika sumber pertama tidak jelas atau diragukan integritasnya. Berhati-hati dan waspada sangat diperlukan untuk memutuskan meneruskan atau tidak meneruskan sebuah informasi, sebelum mejadi viral. Selektif dan tidak asal meneruskan informasi adalah pilhan terbaik. Saat ini banyak orang meneruskan informasi yang diterima entah itu hoaks atau bukan dengan asal meneruskan tanpa pertimbangan sedikitpun. Jika informasi itu ternyata hoaks maka berhasillah si pembuatnya. Jika badan sedang tidak mujur dan ternyata informasinya adalah isyu sara maka kita bisa terkena tuntutan pidana. Sak beja-bejaning wong lali isih beja wong kang eling lan waspada, itu nasehat leluhur kita.

Berpikir secara ilmiah sebenarnya telah diajarkan di bangku sekolah. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran mengajarkan kita langkah-langkah dalam memecahkan masalah dimulai dengan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi dan mengkomunikasikan. Jika semua orang sudah berpikir secara ilmiah maka hoaks akan termarginalisasi sendiri. Permasalahannya, umumnya kita refleks dalam meneruskan informasi tanpa melalui proses berpikir, baru jika terjadi permasalahan merasa bersalah dan menyesal. Padahal, dalam dunia maya jika sesuatu sudah terunggah dan diunduh orang lain sudah tidak mungkin untuk ditarik kembali. Itulah, jika sesuatu kita lakukan tanpa proses berpikir maka sesal kemudian tidak berguna.

Sebagai seorang guru seharusnya kita memberi contoh terbaik bagaimana kita menanggapi sebuah informasi apalagi hoaks. Masyarakat kita masih menganggap bahwa guru adalah batara (dewa) yang tahu segalanya dan kesalahannya tidak ditoleransi. Guru sebagai panutan dan teladan di masyarakat. Guru digugu (dipakai sebagai panutan) karena ilmunya dan ditiru(diteladani) karena perilakunya. Karenanya, guru akan terjaga kehormatannya jika tidak meneruskan hoaks atau membuat hoaks. Tetapi guru juga manusia yang heterogenitasnya tinggi baik di bidang kemampuan menalar maupun ahlak dan kepribadiannya. Namun setidaknya, dengan predikat guru yang disandangnya dapat mengendalikan diri untuk bisa menjadi sosok manusia Indonesia yang bermartabat

Ini pengalaman pribadi. Suatu ketika kami bertiga makan di seafood Seduluran Lamongan warung tenda yang bisa ditemukan di mana-mana. Kami berlima memiliki selera berbeda-beda dari burung dara sampai makan laut. Seperti biasa saya suka udang gongsa setengah matang.Ingat saat mengaji dulu, ustadz mengajarkan bahwa semua binatang laut halal hukumnya walaupun sudah menjadi bangkai. Setelah dewasa baru tahu bahwa laut adalah sumber Iodium yang berperan penting dalam perkembangan intelligence quotient(IQ). Untuk minuman saya pesan jeruk manis yang banyak mengandung vitamin C pikir saya untuk mengurangi aroma amis dan melarutkan lemak.

Setelah makanan tersaji dan di hadapan saya ada udang gongsa setengah matang serta segelas minuman yang aromanya manis-manis asam, teman saya nyeletuk, "Hai, mau mati ya kamu!" "Memang kenapa?, sahut saya. "Apa kamu nggak baca di internet, nggak boleh makan udang bersama vitamin C?", lanjutnya. Spontan saya keluarkan tablet dan saya cari di internet, ternyata banyak sekali unggahan tentang udang dan vitain C yang kabarnya vitamin C akan mengubah kandungan Arsenik dalam udang menjadi bersifat racun.

Kelihatannya tidak masuk di akal, karena biasanya orang makan seafood agar tidak amis disediakan jeruk nipis atau kalau memang benar kenapa ada masakan udang bumbu asam manis, tanya saya dalam hati. Sudah beberapa kali juga saya makan menu yang sama dengan minuman yang sama tetapi tidak ada reaksi apa-apa. Nekat saja, karena logika saya mengatakan tidak benar dan saya terlanjur lapar tidak sabar untuk menjelajah unggahan lainnya. Setelah selesai makan, sambil nongkrong sebentar saya coba jelajahi lagi dunia maya yang akhirnya saya temukan bahwa iformasi itu adalah hoaks belaka.

 Putuskan Rantai Hoaks

Melenyapkan hoaks dari medsos dapat dikatakan sesuatu yang mustahil karena selama manusia itu tetap manusia bukan malaikat maka selama itu pula hoaks pasti ada. Hoaks lahir dari sifat bohong yang merupakan sisi lain dari sifat jujur manusia yang melekat pada pribadinya. Hoaks dan kejujuran ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Namun demikian, hoaks dapat ditekan seminimal mungkin modusnya atau diputus rantai penyebarannya. Untuk itu, diperlukan kesadaran dan partisipasi seluruh lapisan masyarakat dengan cara tidak meneruskan informasi apapun jika tidak paham isinya. Bisa jadi informasi yag kita teruskan merupakan hoaks, maka cukup berhenti di gadget kita saja..

Tidak mudah terbujuk untuk  permintaan meneruskan informasi dengan dalih syiar ataupun ancaman kutukan jika tidak tahu persis kebenarannya. Tidak terbujuk untuk mebuka iklan informasi yang diunggah oleh situs tertetu kalau judulnya sudah mengandung hal-hal yang merupakan character assassination. Tidak memberi apresiasi like dan sejenisnya di medsos apapun baik itu WhatsApp, Twitter, facebook, BBM dan lainnya jika tidak tahu maksud yang diunggah. Itu sikap intelek dalam menanggapi informasi karena hoaks hanya dapat dilawan secara intelek.

 (Drs. Lilik Nurcholis, M.Si. Kepala SMP Negeri 2 Bawen Kabupaten Semarang, Penggerak Literasi dan Mantan Fasilitator Provinsi Usaid Prioritas.)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun