Mohon tunggu...
LILIK KHOTIMATUZZAHROH
LILIK KHOTIMATUZZAHROH Mohon Tunggu... Akuntan - MAHASISWA

MAHASISWA S1 - AKUNTANSI - NIM 43223110064 - FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS - UNIVERSITAS MERCU BUANA - PENDIDIKAN ETIK DAN KORUPSI - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bologna

16 November 2024   10:58 Diperbarui: 16 November 2024   23:31 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri_Prof. Apollo. Modul Kuliah 10 Etika dan Hukum UMB 2022

Dalam kasus e-KTP, pendekatan Klitgaard tentang korupsi yang didorong oleh monopoli, diskresi, dan kurangnya akuntabilitas sangat relevan. Pada proyek ini, pemerintah memberikan kekuasaan dan diskresi besar kepada Kementerian Dalam Negeri dalam proses pengadaan barang dan jasa tanpa pengawasan ketat. Dalam kondisi tersebut, terjadi monopoli dalam pengelolaan dana besar untuk proyek yang nilainya mencapai triliunan rupiah. Minimnya akuntabilitas dalam proyek ini tercermin dari tidak adanya pengawasan yang memadai, baik dari lembaga pemerintah maupun dari DPR RI sebagai badan legislatif yang seharusnya mengawasi pelaksanaan proyek ini. Situasi ini memberi ruang bagi pejabat untuk menyalahgunakan kekuasaan dan dana, sehingga korupsi dapat terjadi secara sistemik dan melibatkan berbagai pihak. Kasus korupsi e-KTP ini berdampak luas, baik secara ekonomi maupun sosial. Selain itu, kasus ini memperburuk kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintahan dan proyek yang dibiayai negara. Kasus ini juga menyoroti kelemahan dalam tata kelola pemerintahan yang memungkinkan praktik-praktik korupsi terjadi tanpa kendali yang efektif.

Putusan Pengadilan

Pengadilan Tipikor telah memutuskan berbagai hukuman bagi para terdakwa menjadi simbol komitmen KPK dan peradilan dalam memberantas korupsi besar yang melibatkan aktor-aktor politik dan birokrasi. Irman dan Sugiharto, sebagai dua pejabat Kementerian Dalam Negeri, dijatuhi hukuman penjara, denda serta penggantian kerugian negara. Setya Novanto, sebagai salah satu tokoh utama dalam kasus ini, juga dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, denda sebesar Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan, penggantian kerugian negara, hak politik dicabut selama 5 tahun setelah menjalani hukuman. Andi Narogong (Rekanan Swasta) dijatuhi hukuman penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan pertimbangan pejabat DPR dan Kemendagri. Hukuman-hukuman ini mencerminkan upaya pengadilan dalam memberikan efek jera bagi para pelaku, meskipun tantangan dalam pemberantasan korupsi tetap besar.

Hal ini menunjukkan bahwa korupsi di Indonesia tidak hanya terjadi di level bawah, tetapi sudah menjadi bagian dari sistem yang melibatkan pengambil kebijakan strategis. Kerugian Rp2,3 triliun menunjukkan betapa seriusnya dampak korupsi terhadap pembangunan nasional, termasuk pelayanan publik seperti administrasi kependudukan. Vonis pengadilan atas pelaku utama dan beberapa pihak lain menegaskan pentingnya pemberantasan korupsi yang konsisten. Meski tantangan tetap ada, kasus ini menjadi simbol perlawanan terhadap praktik korupsi sistemik di Indonesia. Kasus e-KTP mengingatkan kita akan bahaya korupsi yang tidak hanya mencuri uang negara tetapi juga mencuri kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan. Oleh karena itu, KPK terus bekerja untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran negara.

Korupsi di Indonesia : Penyebab dan Solusinya

Korupsi dapat terjadi karena beberapa faktor seperti tradisi patronase, di mana individu menggunakan pengaruh politik untuk memberikan keuntungan kepada kerabat atau kolega, telah mengakar di banyak institusi. Hal ini membuat sistem meritokrasi sulit berkembang. Banyak lembaga publik belum memiliki sistem transparansi yang baik. Minimnya pengawasan memungkinkan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat yang sering terjadi karena lemahnya sistem pengawasan internal dan eksternal. Pegawai negeri sering kali menghadapi ketimpangan antara gaji rendah dan tuntutan hidup yang tinggi, sehingga mendorong mereka mencari pendapatan tambahan melalui cara ilegal. Penegakan hukum yang lemah serta hukuman yang tidak memberikan efek jera menjadi faktor pendorong praktik korupsi.

Mencegah Korupsi

Meningkatkan transparansi dalam pengelolaan anggaran dan proses pengadaan barang dan jasa. Klitgaard menekankan pentingnya membuka akses informasi kepada publik agar masyarakat dapat membantu kepastian pengawasan penggunaan anggaran dan kebijakan pemerintah.  Transparasi ini mempersulit pelaku untuk menyembunyikan tindakan korupsi. Mengurangi peluang korupsi dengan melakukan reformasi birokrasi yang menyeluruh. Penggunaan teknologi informasi dalam administrasi publik dapat meminimalkan interaksi langsung antara pejabat dan masyarakat, sehingga mengurangi peluang penyalahgunaan kekuasaan. Menghapus monopoli dalam pengadaan barang dan jasa melalui tender terbuka memungkinkan semua pihak berpartisipasi. Hal ini mengurangi peluang terjadinya kolusi antara pejabat dan penyedia barang. Pemerintah dapat memperkuat pengawasan internal dan eksternal melalui lembaga seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan inspektorat daerah. Sistem ini mencegah pejabat memiliki otoritas yang tidak diawasi. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi dan pentingnya integritas melalui pendidikan. Program-program pendidikan anti-korupsi di sekolah dan komunitas dapat membentuk sikap masyarakat yang menolak praktik korupsi serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengawasan publik terhadap pemerintah.

Mengobati Korupsi : Penguatan Penegakan Hukum

Ketika korupsi sudah terjadi, langkah kuratif diperlukan untuk mengobati dampak yang ditimbulkan. Ini mencakup tindakan hukum yang tegas, sistematis, dan pemberian efek jera. Memperkuat lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar dapat bertindak secara independen dan profesional dalam fungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan untuk menanangani kasus korupsi. Setiap kasus korupsi harus ditangani tanpa pandang bulu, termasuk yang melibatkan pejabat tinggi. Klitgaard menekankan bahwa tanpa penegakan hukum yang efektif, upaya pencegahan tidak akan cukup. Mendorong masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi dengan menyediakan sistem pelaporan yang aman dan memberikan perlindungan bagi pelapor (whishtleblowers). Ini akan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi individu untuk melaporkan tindakan korupsi. Teknologi seperti analitik data besar (big data analytics) dapat digunakan untuk mendeteksi pola pengeluaran yang mencurigakan di anggaran pemerintah. Ini membantu mengidentifikasi korupsi sebelum meluas. Menerapkan sanksi yang berat bagi pelaku korupsi untuk memberikan efek jera. Sanksi harus diterapkan secara konsisten dan tidak pandang bulu, tanpa memandang jabatan atau status sosial pelaku. Selain menghukum pelaku, langkah pemulihan aset negara melalui asset recovery harus menjadi prioritas. Contohnya adalah upaya kerja sama internasional dalam melacak aset hasil korupsi yang disembunyikan di luar negeri.

Menghilangkan Korupsi : Reformasi Sistemik dan Budaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun