Mohon tunggu...
LILIK KHOTIMATUZZAHROH
LILIK KHOTIMATUZZAHROH Mohon Tunggu... Akuntan - MAHASISWA

MAHASISWA S1 - AKUNTANSI - NIM 43223110064 - FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS - UNIVERSITAS MERCU BUANA - PENDIDIKAN ETIK DAN KORUPSI - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bologna

16 November 2024   10:58 Diperbarui: 16 November 2024   23:31 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri_Prof. Apollo. Modul Kuliah 10 Etika dan Hukum UMB 2022

Dokpri_Prof. Apollo. Modul Kuliah 10 Etika dan Hukum UMB 2022
Dokpri_Prof. Apollo. Modul Kuliah 10 Etika dan Hukum UMB 2022

B. Teori Gone oleh Jack Bologna

Teori lain yang membantu menjelaskan penyebab korupsi adalah teori GONE (Greed, Opportunity, Need, and Environment) yang dikemukakan oleh Jack Bologna. Teori GONE adalah konsep yang diperkenalkan oleh Jack Bologna dalam konteks kejahatan kerah putih, termasuk korupsi, penipuan, dan pelanggaran etika bisnis. Teori ini menjelaskan empat elemen utama yang menjadi penyebab seseorang melakukan tindakan penipuan atau korupsi.  Teori ini juga memfokuskan pada kombinasi faktor individu dan lingkungan yang menciptakan peluang bagi korupsi.

Greed (Keserakahan): Dorongan untuk memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah adalah salah satu faktor utama yang mendorong individu untuk melakukan penipuan atau korupsi. Dalam banyak kasus, pelaku memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan keuntungan pribadi yang berlebihan, baik berupa uang, kekuasaan, atau keuntungan lainnya, meskipun tindakan tersebut melanggar hukum atau norma moral.  Meskipun seseorang sudah memiliki penghasilan yang layak, keinginan untuk memperkaya diri lebih cepat atau memperoleh kekayaan yang lebih besar tanpa batas. Contoh: Seorang pejabat yang memiliki gaji tetap mungkin merasa tergoda untuk menerima suap atau komisi dari pihak lain demi memenuhi keinginannya untuk hidup mewah atau memperkaya diri secara cepat.

Opportunity (Kesempatan): Kesempatan muncul ketika ada celah atau kelemahan dalam sistem pengawasan dan pengendalian, yang memberikan peluang bagi pelaku untuk melakukan tindakan ilegal tanpa takut tertangkap. Korupsi terjadi ketika ada kesempatan untuk melakukannya. Sistem yang lemah, kurangnya pengawasan, serta ketidakmampuan penegak hukum untuk mengawasi jalannya pemerintahan, menciptakan ruang bagi individu untuk melakukan tindakan ilegal tanpa takut terdeteksi. Contoh: Ketika pengelolaan proyek infrastruktur atau pengadaan barang negara tidak diawasi secara ketat, pejabat memiliki kesempatan untuk memanipulasi anggaran atau mengalihkan dana untuk kepentingan pribadi.

Need (Kebutuhan): Beberapa individu merasa terdorong untuk melakukan korupsi karena adanya tekanan sosial atau ekonomi yang besar. Misalnya, kebutuhan untuk mendanai kampanye politik atau memenuhi gaya hidup yang tinggi bisa menjadi faktor pendorong untuk mencari sumber daya ilegal. Kebutuhan ini tidak selalu bersifat objektif . Contoh: Seorang pejabat yang terlibat dalam proyek besar mungkin merasa tertekan untuk menerima suap agar dapat memenuhi kebutuhan pribadi atau kebutuhan keluarganya yang mendesak.

Exposure (Pengungkapan)

Pengungkapan merujuk pada tingkat risiko tertangkap atau dampak hukum atas tindakan penipuan. Jika seseorang merasa bahwa risiko pengungkapan sangat kecil atau bahwa mereka dapat menghindari hukuman, mereka lebih mungkin untuk melakukan tindakan ilegal. Contoh: Pelaku korupsi merasa aman karena memiliki koneksi politik atau mengetahui bahwa hukum di negara tersebut cenderung lemah. 

CONTOH KASUS

Salah satu contoh kasus korupsi yang dapat dianalisis dengan pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bologna adalah kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) di Indonesia yang menjadi salah satu skandal korupsi terbesar yang telah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada tahun 2017, pengadilan memutuskan bahwa proyek senilai Rp 5, 9 triliun ini mengalami penyimpangan yang melibatkan beberapa pejabat tinggi, politisi, hingga pihak swasta. Kasus ini diputuskan di pengadilan dengan sejumlah terdakwa yang terbukti bersalah, termasuk Irman dan Sugiharto, dua pejabat Kementerian Dalam Negeri yang dinyatakan terlibat dalam tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan e-KTP, serta Setya Novanto, mantan Ketua DPR Republik Indonesia. Kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp 2,3 triliun.

Analisis Kasus dengan Pendekatan Robert Klitgaard

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun