Mohon tunggu...
LILIK KHOTIMATUZZAHROH
LILIK KHOTIMATUZZAHROH Mohon Tunggu... Akuntan - MAHASISWA

MAHASISWA S1 - AKUNTANSI - NIM 43223110064 - FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS - UNIVERSITAS MERCU BUANA - PENDIDIKAN ETIK DAN KORUPSI - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diskursus Kejahatan pada Pemikiran Teodesi

9 November 2024   00:20 Diperbarui: 9 November 2024   03:21 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri Prof. Apollo
Dokpri Prof. Apollo

Jenis-jenis teodesi terdapat beberapa pendekatan yang diambil oleh para pemikir :

  • Teodesi moral => berargumen bahwa kejahatan diperlukan untuk perkembangan moral dan karakter manusia. John Hick, salah satu tokoh terkemuka dalam pemikiran teodesi moral, menyatakan bahwa dunia ini adalah "arena" di mana manusia dapat belajar dan berkembang melalui pengalaman penderitaan (Hick, 1966). 

  • Dalam pandangan ini, kejahatan dan penderitaan berfungsi sebagai alat untuk pertumbuhan spiritual. Dan kejahatan serta penderitaan memungkinkan manusia untuk tumbuh dan belajar, dan kejahatan, kita tidak akan memiliki kebebasan untuk memilih antara kebaikan dan kejahatan.

  • Teodesi bebas => biasanya menekankan pentingnya kebebasan manusia dalam menjelaskan kejahatan. Alvin Plantinga berpendapat bahwa kejahatan moral terjadi karena manusia memiliki kebebasan untuk memilih.

  •  Kebebasan ini, meskipun membawa risiko kejahatan, juga memungkinkan untuk cinta dan kebaikan yang tulus (Plantinga, 1974). Dalam pandangan ini, Tuhan mengizinkan kejahatan untuk menjaga kebebasan manusia, yang merupakan aspek penting dari eksistensi manusia.
  • Teodesi eskatologis => berfokus pada harapan akan masa depan yang lebih baik. 

  • Dalam teodesi ini, penderitaan dan kejahatan di dunia saat ini dipandang sebagai sementara, dan akan diakhiri dengan kedatangan Tuhan di akhir zaman. Ini menciptakan harapan bagi orang-orang yang menderita, bahwa keadilan dan kebaikan Tuhan akan ditegakkan pada akhirnya (Ksemann, 1964).

  • Teodesi proses => yang dipelopori oleh Alfred North Whitehead, berargumen bahwa Tuhan tidak sepenuhnya mengontrol dunia. Dalam pandangan ini, Tuhan berfungsi sebagai entitas yang berproses dan berinteraksi dengan dunia, dan kejahatan muncul sebagai hasil dari kebebasan dan ketidakpastian dalam proses penciptaan. Tuhan, dalam pandangan ini, berusaha untuk membawa kebaikan dari kejahatan, tetapi tidak selalu dapat mencegahnya

  • Teodesi relasional => menekankan hubungan antara Tuhan dan manusia. Dalam pandangan ini, kejahatan dapat dipahami sebagai hasil dari hubungan yang rusak antara manusia dan Tuhan. Ketika manusia menjauh dari Tuhan, kejahatan muncul sebagai konsekuensi dari pilihan tersebut. Pendekatan ini mengajak individu untuk memperbaiki hubungan mereka dengan Tuhan sebagai cara untuk mengatasi kejahatan.

Pentingnya Diskursus Kejahatan Dalam Teodesi 

Salah satu alasan utama mengapa diskursus kejahatan dalam teodesi penting adalah karena ia menyentuh pertanyaan eksistensial yang mendalam. Kehadiran kejahatan dan penderitaan sering kali menimbulkan pertanyaan mendasar bagi banyak orang, terutama ketika mereka menghadapi kesulitan dalam hidup. 

Ketika seseorang mengalami kehilangan, sakit, atau penderitaan yang tidak terduga, pertanyaan tentang keberadaan Tuhan dan sifat-Nya sering kali muncul. Diskursus ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang mengapa hal-hal buruk terjadi dan bagaimana hal itu dapat dipahami dalam konteks iman.

John Hick, seorang teolog kontemporer, berargumen bahwa kejahatan dan penderitaan dapat dilihat sebagai alat untuk pertumbuhan spiritual dan moral. Ia menyatakan bahwa tanpa kejahatan, manusia tidak akan dapat mengembangkan kebajikan seperti keberanian, empati, dan kasih sayang (Hick, 1966). Dalam pandangan ini, diskursus kejahatan membantu individu untuk memahami bahwa penderitaan dapat memiliki tujuan yang lebih tinggi, meskipun sulit untuk dipahami pada saat itu.

Diskursus kejahatan juga sangat penting dalam konteks krisis iman. Banyak orang mengalami keraguan dan kebingungan ketika dihadapkan pada kejahatan dan penderitaan. Ketika seseorang yang taat beriman mengalami kesulitan, mereka sering kali mempertanyakan keberadaan Tuhan dan keadilan-Nya. Dalam situasi seperti ini, pemahaman tentang kejahatan dalam konteks teodesi dapat memberikan penghiburan dan harapan.

Teodesi membantu individu untuk memahami bahwa kehadiran kejahatan tidak selalu berarti bahwa Tuhan tidak ada atau tidak baik. Dalam banyak tradisi agama, kejahatan dipandang sebagai hasil dari kebebasan manusia untuk memilih. Misalnya, dalam ajaran Kristen, konsep dosa asal menjelaskan bahwa Adam dan Hawa memilih untuk melawan perintah Tuhan, yang membawa kejahatan ke dalam dunia (Aquinas, 1265-1274). Dengan memahami bahwa kejahatan sering kali merupakan hasil dari pilihan bebas manusia, individu dapat menemukan makna dalam penderitaan mereka dan memperkuat iman mereka.

Diskursus kejahatan dalam teodesi juga berfungsi sebagai jembatan antara pemikiran teologis dan filsafat. Banyak filsuf, seperti David Hume dan Immanuel Kant, telah mengemukakan argumen yang menantang teodesi. Hume, misalnya, berargumen bahwa jika Tuhan itu baik dan berkuasa, maka kejahatan tidak seharusnya ada. Diskusi ini mendorong pengembangan pemikiran teologis yang lebih mendalam dan kritis.

Dalam konteks ini, diskursus kejahatan menjadi penting karena mendorong teolog untuk merumuskan jawaban yang lebih mendalam dan komprehensif terhadap tantangan yang dihadapi. Sebagai contoh, Alvin Plantinga mengembangkan argumen teodesi bebas yang menekankan bahwa kebebasan manusia adalah alasan mengapa kejahatan ada. Dalam pandangannya, kebebasan ini memungkinkan manusia untuk memilih antara kebaikan dan kejahatan, yang pada gilirannya membawa makna dan nilai dalam tindakan manusia (Plantinga, 1974).

Memahami kejahatan dalam konteks teodesi juga memiliki implikasi etis yang signifikan. Jika kita memahami kejahatan sebagai bagian dari rencana Tuhan, maka kita perlu mempertimbangkan bagaimana kita sebagai manusia harus meresponsnya. Diskursus ini mendorong individu untuk tidak hanya mencari penjelasan tentang kejahatan, tetapi juga untuk berkontribusi dalam mengatasi kejahatan dan penderitaan di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun