Azmi mengusap tengkuk, "eh, i ... iya, iya, Mak. Azmi pasti ingat. Terima kasih banyak, Mak."
"Sama-sama. Manfaatkanlah waktu kamu sebelum pergi."
"Siap! Pasti, Mak! Kalau begitu, Azmi tutup dulu, ya. Maaf sudah mengganggu istirahatnya."
"Tidak, apa. Sekarang kamu juga, eh, bagaimana anak tadi?"
Azmi mengerutkan kening dan sadar, "oooh, sudah tidak apa-apa, Mak. Biasa, dia tengah mengandung."
"Oooh, pantas saja. Mungkin dia kelelahan karena lama berdiri."
"Iya, mungkin, Mak. Azmi tutup, ya."
Azmi menyenderkan tubuh di pagar, "aku harap, kamu mau mendengarkan dan memaafkan semua. Abang tidak ingin berpisah lama, denganmu lagi, Tato." Akhirnya dia pergi pulang setelah meminta izin pada Ibunya.
Mak Ijah, menatap anaknya yang tengah menangis, dia ingin sekali menanyakan masalah Tari. Tapi tidak jadi, "puaskanlah kamu menangis, sebelum datang hari esok," Mak Ijah kembali ke kamar.
Sebelum jam 04.00 pagi, Tari sudah bangun. Dia mempersiapkan semua makanan yang akan dijual pagi ini. Semua jajanan itu Tari persiapkan sendiri, sampai terdengar ketukan pintu.
Kening Tari merengut, "siapa pagi-pagi bertamu." Tari mematikan kompor dan membuka pintu.