Sasa terkejut, pasalnya baru kali ini Azmi semarah itu padanya.
"Kamu tega sekali, Sa! Mulai dari sekarang, jangan harap aku perhatian lagi padamu!"
"Bang Azmi!" Sasa hendak turun dan mengejar Azmi, tapi ibu mencegah.
"Sebaiknya kamu istirahat, biar ibu yang bicara dengan Azmi."
"Tapi, Bu." Ibu Pranoto menggeleng dan pergi meninggalkan Sasa.
"Sebenarnya, ini ada apa, Nak?" Ibu Pranoto mengusap punggung Azmi yang tengah menunduk.
"Ibu tahu, apa yang dilakukan Sasa?" Azmi menatap sang Ibu dan memberikan kotak itu.
"Itu kotak cincin lamaran Azmi, Bu. Dan ibu tahu, tadi Azmi memberikan kotak yang isinya surat kehamilan Sasa. Apa ibu sadar, kalau kotak itu Tari buka dan membaca isi surat tersebut, apa yang akan Tari pikirkan tentang Azmi yang melamar dia terburu-buru."
"Kenapa kamu berpikiran sejauh itu, Nak. Mungkin saja_"
"Tari tahu, kalau Azmi tidak punya hubungan darah dengan Sasa. Dan asal Ibu tahu, dulu pun Tari meninggalkan Azmi karena Sasa bilang kalau dia ingin hidup dengan Azmi."
Ibu Pranoto terkejut mendengar pakta tersebut. Awalnya dia memang menginginkan Sasa jadi anak sekaligus menantunya. Tapi ketika melihat kelakuannya, dia menutupnya dan langsung mendukung ketika Azmi meminta melamar Tari.