Tari menghembuskan nafas, dia tahu apa yang akan ditanyakan ibunya. Tari mengangguk dan membalikkan tubuh.
Mak Ijah duduk di samping ranjang, "sebenarnya ada apa?"
Tari tersenyum, memegang tangan ibunya, "bukan apa-apa. Mak tidak usah memikirkannya."
"Apakah wanita itu yang menyebabkan kamu menjauhi Azmi dulu?"
Tari menegang, dia tidak yakin kalau Mak ingat dengan apa yang terjadi dulu, karena seingatnya pula, tidak pernah menceritakan soal Azmi pada ibunya.
"Jangan menganggap Mak bodoh, Mak tahu apa yang terjadi dulu, sampai kamu mengurung diri dan tidak mau makan." Mak Ijah mengusap tangan anaknya.
"Kalau seperti itu, tidak ada salahnya kalau kamu memikirkan semua dengan saksama dan matang. Ingat jangan sampai kesalahan itu terulang kembali."
Tari menatap sang ibu dan mengangguk. Dia menghambur dalam pelukannya dan menangis pelan.
"Pernikahan itu bukan untuk satu atau dua hari saja, tapi itu untuk selama hidupmu. Jadi sebelum itu terjadi, kamu bisa berpikir ulang jangan terburu-buru."
Tari mengurai pelukan, dan mengusap mata. Senyum terukir, "Kalau begitu, Tari mau tidur sekarang. Oh iya, Mak jangan bekerja dulu, biar Tari mempersiapkan semuanya. Tapi untuk saat ini, Tari ingin tidur terlebih dahulu."
"Lah, besok kamu tetep jualan?" Mak ijah menatap sang anak.