"Waaah, bahaya nih, Mak. Besok kita nikahkan saja mereka. Jadi saya tidak pusing lagi dengan makanan anak ini." Ucap Ibu Pranoto sembari menatap Mak Ijah.
  "Jadi anak saya mau dijadikan pembantu rumah, begitu, Bu!" Mak Ijah menatap Ibu Pranoto.
  "Lah, bukan lah, Mak. Maksudnya, saya tidak akan pusing masalah makanan dia, karena dia tidak mau makan kalau tidak ada rempeyek buatan Tari."
  Mak Ijah tertegun, "ada ya, orang seperti itu."
  "Ya ada, dan sekarang akan menjadi menantu Emak." Ucap Azmi sembari menatap Mak Ijah dan tersenyum, sedangkan tangannya tidak pernah mau melepaskan Tari.
  "Iya, iya. Nak Azmi akan jadi menantu Emak, tapi, bisakah tangan kamu melepaskan Tari terlebih dahulu, kalian belum sah menikah loh."
  Azmi tersenyum dan menggeleng, "Mak, bisa tidak Azmi menginap di sini_ awh! Sakit Masak." Azmi meringis ketika tanpa ampun Mak Ijah memukulnya dengan cepat.
  "Dasar anak tidak waras! Ya belum boleh, lah. Kalian kan belum sah menikah."
   Azmi tersenyum, "kalau begitu, bagai mana kalau sekarang saja Azmi nikahi Tari?"
  "Abaaang!" Tari memukul punggung Azmi, "abang kira Tari itu ayam potong apa! Setelah ditemukan langsung dibeli dan akhirnya dimakan! Tidak, Tari tidak setuju. Lagi pula Baaang, menikah itu tidak gampang. Kita harus pergi ke rumah paman dulu. Karena_"
  "Paman Asep sudah di sini, ko." Azmi langsung menyela perkataan Tari dan tidak lama dia memanggil Asep yang akan menjadi wali nikah Tari. Sebab ayahnya sudah meninggal.