Eh, ternyata kali ini pancinganku mengena.
"Kenapa semua orang mendadak bandel, ya?" Ia menjawab pertanyaanku dengan sebuah pertanyaan pula.
"Emang gimana, sih, bandelnya?" tanyaku lagi tak hendak melepaskan kesempatan emas ini.
"Nih, lihat sendiri," ujarnya ketus sembari menyodorkan gawainya, "Ngapain, sih, bolak-balik bilang 'Selamat hari raya Idul Fitri'?!"
Aku urung menerima sodoran hape-nya. Aku merasa ada kernyit di jidatku.
"Apa salah mereka, Ras? Semua orang sedang bergembira merayakan Lebaran dengan ucapan-ucapan semacam itu."
"Ah, ternyata Mbak Norma sama saja dengan mereka."
Jangan-jangan tidak punya teman curhat anak ini. Soalnya aku pernah baca, kesepian merupakan salah satu faktor pemicu gangguan jiwa. Sungguh, tak habis pikir aku dengan kedongkolan adikku yang jelas mengada-ada.
"Makanya, belajar bahasa Indonesia yang benar," ia melanjutkan ucapannya tanpa kuminta, "Idul atau id itu berasal dari kata 'id dalam bahasa Arab."
"Terus ngapain kamu uring-uringan? Emang gaboleh ngomongin kata-kata dari Arab?"
"Lah, bukan soal boleh atau nggak boleh," ujarnya segera menyambar kalimatku, "Lihat dulu artinya."