Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Ucapkan "Selamat Hari Raya Idul Fitri"

12 April 2024   14:51 Diperbarui: 12 April 2024   14:52 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak gadis. Sumber gambar: Mila Okta Safitri dari Pixabay.

Tiba-tiba saja terdengar omelan si bungsu dari dalam kamar yang digunakan bersama dua sepupunya. Entah siapa yang kali ini bikin gara-gara.

Kedua saudara sepupu Laras telah berangkat ke masjid beberapa menit lalu. Mereka tak menghiraukan lagi gerutuan sepupunya dan memilih menyingkir selekas mungkin.

Waktu sudah mendekati jam enam pagi. Salat Id bakal digelar tak lama lagi. Di depan rumah pun, orang-orang terlihat bergegas menuju masjid kampung sekitar tiga ratus meter jaraknya dari sini.

Kakek, nenek, dua pakde dan dua bude serta anak-anak mereka mungkin sudah duduk manis di dalam atau pelataran masjid. Ayah, ibu, dan seorang adikku menyusul tak lama kemudian, meninggalkan diriku yang diminta mengurusi adik bungsuku yang sedang didera perkara entah apa.

Mereka semua mungkin sedang menikmati atau mengikuti takbir yang terus berkumandang dan sayup-sayup terdengan dari sini.

Kini, di rumah kakek nenek kami, tinggal kami berdua menahan kejengkelan masing-masing. Bisa saja kutinggalkan Laras sendirian dengan setumpuk gerutuan yang terus meluncur dari bibirnya.

Namun, bila hal itu kulakukan, aku sendiri yang bakal tertimpa kerugian. Tak akan ada lagi kepercayaan orang tua bagi anak sulungnya ini.

Jadi, bagaimanapun kisahnya, aku harus mampu menaklukkan kebengalan yang dipertunjukkan Laras sejak malam tadi.

Boleh juga singgah dan menikmati sajian tentang tidak pernah menunggu adzan selama bulan Ramadan.

Teriakan Laras sempat hendak menaikkan temperatur darah yang mengalir dalam nadiku. Untunglah, latihan kesabaran sebulan penuh sepertinya mampu mencegah suhu darah terus bertambah. Alhamdulillah, setidaknya hingga saat ini, aku masih mampu menahan gemeletuk tidak menerpa gigi-gigiku.

"Ras," ujarku mencoba mengaplikasikan pesan ustaz perihal menjaga kesabaran, "Siapa, sih, si tukang ngeyel itu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun