Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Komeng Nyaleg Minim Biaya, Kaum Gumunan Menyumbang Suara

8 Maret 2024   07:00 Diperbarui: 9 Maret 2024   08:15 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wajah terheran-heran. Sumber gambar: Erika Wittlieb dari Pixabay. 

Jadi, Komeng tak sekadar menggelitik dengan memajang tampang unik. Ia memiliki seonggok modal berharga yang ditabungnya sejak lama.

Tampilan aneh itu sekadar membuka ingatan akan keberadaan sang komedian. Bisa jadi orang-orang memang menginginkan suasana yang berbeda. Mungkin mereka jemu melihat tampang serius orang yang mengobral janji, dan tak lama kemudian mengingkari dengan sepenuh hati.

Sikap Gumunan "Turun-Temurun"

Sikap gumunan tidak muncul belakangan. Mudahnya terjangkit rasa heran telah mengeram di benak banyak orang sejak lama.

Barangkali, mulut-mulut melongo pertanda rasa heran sudah kerap muncul sejak zaman penulis menerakan karyanya di permukaan batu. Buktinya, sejak dahulu orang-orang sudah mengenal nasihat ringkas ojo gumunan yang kerap dikumandangkan para tetua dalam budaya Jawa. Mungkin, budaya-budaya lain mengenalnya juga dengan istilah-istilah yang berbeda.

Bagaimana mungkin hadir ajakan untuk tidak gampang terheran-heran alias ojo gumunan jika tidak banyak orang terjangkit "virus" gampang terbengong-bengong? Bukankah tak bakal nongol kepulan asap kalau tidak ada api yang menyala?

Seringnya muncul kejadian-kejadian di luar nurul mengindikasikan terpeliharanya sikap gampang merasa heran secara turun-temurun. Dan, kondisi semacam itu merupakan lahan subur yang kerap dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melancarkan kepentingan mereka.

Sepanjang budaya gumunan masih lestari di negeri ini, maka pertunjukan-pertunjukan ajaib akan terus bermunculan tanpa henti. Sepertinya, saat Komeng nyaleg, performanya meroket karena terbantu perilaku semacam itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun