Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Aturan New Normal di Perkantoran, Bikin Senang atau Susah Karyawan?

26 Mei 2020   16:20 Diperbarui: 27 Mei 2020   20:00 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menerapkan kerja dengan kenormalan baru di kantor. (sumber: Pexels.com/Edward Jenner)

Pemerintah mengeluarkan panduan bagi dunia usaha untuk memasuki masa new normal kelak setelah berakhirnya masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Salah satu pertimbangan dibuatnya aturan itu diungkapkan oleh Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto. Terawan menyatakan bahwa dunia usaha memiliki kontribusi besar dalam memutus mata rantai penularan karena besarnya jumlah populasi pekerja dan mobilitas, serta interaksinya.

"Untuk itu pasca pemberlakuan PSBB dengan kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, perlu dilakukan upaya mitigasi dan kesiapan tempat kerja seoptimal mungkin sehingga dapat beradaptasi melalui perubahan pola hidup pada situasi Covid-19 atau New Normal," ujar Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto seperti dikutip situs Kemenkes.

Perlu ada upaya pencegahan penularan Covid-19 di dunia usaha. Menkes kemudian menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Setiap perubahan tentu akan membawa dampak, tak terkecuali aturan new normal yang akan diberlakukan bagi dunia usaha di perkantoran.

Saya melihat setidaknya terdapat 3 aturan yang bisa menimbulkan dampak besar bagi para karyawan. Aturan-aturan itu berkaitan dengan ketentuan menjaga jarak fisik (physical distancing) antar karyawan, pembatasan kerja lembur, dan penyediaan kudapan sehat di kantor.

Gegara Menjaga Jarak, Acara Ngerumpi Bisa Rusak

Terdapat sebuah aturan berkaitan dengan menjaga jarak atau physical distancing yang sebaiknya dilakukan dalam semua aktifitas kerja. Pengaturan jarak antar pekerja minimal 1 meter pada setiap aktifitas kerja (pengaturan meja kerja/workstation, pengaturan kursi saat di kantin, dan lain-lain).

Masalah pengaturan jarak akan berdampak bagi kedua pihak, yakni manajemen dan karyawan. Bagi manajemen, masalah terbesar adalah penyediaan ruang kerja yang lebih luas. 

Era efisiensi tentu tak mengizinkan perusahaan mana pun membiarkan ada ruang kosong yang tak dimanfaatkan. Sebaliknya, jika perlu instansi dan perusahaan harus memepetkan posisi pegawai dan barang-barang inventaris kantor demi menghemat ruang kerja.

Ditambah lagi dengan kondisi dunia usaha yang sedang terpuruk, tentu saja perluasan ruang kerja bukan kebijakan yang gampang dilakukan. 

Penerapan physical distancing bagi karyawan tanpa penambahan ruang kerja hanya mungkin dilakukan jika manajemen mampu mengatur kebijakan work from home (WFH) sedemikian rupa sehingga ruang kerja yang ada bisa mangakomodir jumlah pegawai yang harus ngantor.

Bagi karyawan sendiri aturan ini akan memengaruhi kebiasaan dan kenyamanan kerja. Para perumpi mungkin akan menjadi golongan pegawai yang paling menderita dengan adanya kebijakan jaga jarak ini. Nggak seru kan kalau ngerumpi-nya dengan teriak-teriak? Selain itu, mereka juga bisa kehilangan sobat rumpi yang mendapat giliran WFH.

Aturan ini bisa berdampak baik bagi karyawan ketika si karyawan mampu mengubah penggunaan waktu untuk ngerumpi menjadi waktu kerja yang lebih produktif. Kondisi sebaliknya akan terjadi jika semangat mengendor akibat 'kehilangan' teman diskusi yang biasa ngobrolin berbagai persoalan dan mencari solusi.

Pembatasan Lembur Bisa Mengganggu Urusan Dapur

Ketentuan berikutnya berkaitan dengan pengaturan waktu kerja. Melalui aturan tersebut, pemerintah berharap perusahaan tidak banyak membiarkan pegawai menggunakan jam kerja  yang tidak terlalu panjang (lembur). 

Kerja lembur disinyalir bisa mengakibatkan pekerja kekurangan waktu untuk beristirahat sehingga berpotensi menyebabkan penurunan sistem kekebalan atau imunitas tubuh.

Jam kerja yang panjang merupakan salah satu bahan keluhan pekerja. Selain menyebabkan berkurangnya waktu istirahat, kerja lembur juga mengurangi waktu pegawai bersama dengan keluarga. 

Khusus bagi para jomlo, kerja lembur bisa juga mengurangi waktu bersama 'calon keluarga'. Kecuali jika ia sedang mengincar teman sekantor sebagai calon 'orang rumah'.

Namun di balik kekurangannya, tak jarang kerja lembur justru menjadi harapan pekerja. Ketika seorang pekerja merasa pendapatannya tidak cukup, kadang-kadang mengandalkan kerja lembur sebagai satu alternatif untuk menambah penghasilan.

Tak jarang ada perusahaan yang berani membayar mahal bagi pekerja yang 'rela' bekerja lembur untuk menuntaskan pekerjaan. Bisa jadi volume pekerjaan terlalu besar dibandingkan jumlah karyawan. Dan hitung-hitungan biaya kerja lembur ternyata lebih menguntungkan dibandingkan merekrut tambahan karyawan.

Pilih Ngemil Asyik atau Sehat?

Para pekerja yang biasa ngemil keripik sachet-an, mungkin akan terkejut dengan adanya kebijakan ini. Sensasi mengonsumsi camilan kemriyuk bisa jadi akan tinggal kenangan.

Diawali dengan merobek bungkus keripik yang kemresek, kadang-kadang harus dilakukan dengan pelan-pelan agar tak 'mengagetkan' teman-teman yang berada di sebelahnya. 

Lalu jari-jari yang berbalur tinta atau arang pensil tanpa ragu mencomot seonggok keripik kentang berlumur micin yang terasa licin. Dan kenikmatan puncak tiba saat geraham-geraham atas dan bawah melindas keripik yang tergencet di tengah-tengah. Bunyi 'kriuk-kriuk' itu terdengar di telinga hingga merasuk ke hati. Walah, lebay!

Tak jarang muncul pula sensasi tambahan: berebut sebungkus makanan kecil dengan teman-teman. Aduhai, romantisnya dunia kerja.

Namun di balik 'keprihatinan' itu, karyawan bisa memetik manfaat yang besar. Jika kantor menyediakan buah-buahan yang bergizi, bisa jadi hal ini akan menjadi sarana penunjang kesehatan yang cukup berarti. Bukankah tabiat terbentuk dari kebiasaan?

Mengonsumsi makanan sehat semacam buah-buahan yang dilakukan secara rutin bisa menjadi awal yang baik. Setelah terbiasa di kantor, bisa dilanjutkan di rumah. Siapa tahu orang-orang di rumah tergerak untuk mengikuti rutinitas baru yang lebih menyehatkan.

Itulah 3 di antara sekian banyak aturan new normal yang bisa berpengaruh besar bagi warga kantor. Perkara bikin susah atau senang, tentu kembali kepada masing-masing karyawan. Namun yang jelas, semua kebijakan itu dirancang untuk menghindarkan diri dan orang-orang di sekitar dari bencana yang lebih besar.

Referensi: kompas.com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun