Jika Idul Fitri merupakan masa gembira yang dinanti-nantikan kebanyakan manusia, tidak demikian halnya dengan kehidupan binatang. Yang terjadi pada diri mereka bisa jadi justru hal yang sebaliknya. Lihat saja nasib beberapa jenis binatang ternak seperti sapi, kambing dan ayam. Sebagian di antara mereka akan mengakhiri hidup pada sebilah pisau tajam.
Sepertinya nasib tragis seperti itu pula yang akan menjadi catatan terakhir kehidupan si Kancil. Sudah tiga hari ini ia meringkuk dalam sebuah kurungan. Ia menjadi pesakitan setelah tak mampu mengelak dari kemarahan Pak Tani.
Ketika itu, seperti biasanya, ia tengah menikmati ranumnya ketimun-ketimun di ladang Pak Tani. Namun sayang sekali, kali itu ia kurang waspada terhadap bahaya di sekelilingnya. Sebuah lubang jebakan telah memerosokkan dirinya ke dalam kesengsaraan. Ia kehilangan kebebasan, bahkan sangat mungkin hidupnya akan berakhir sebagai hidangan Lebaran.
Mungkin Anda heran, mengapa si Kancil yang terkenal cerdik bisa dengan gampang terperangkap jebakan. Saya pun awalnya merasakan hal yang sama dengan yang Anda pikirkan. Kok bisa si Cerdik itu dengan mudahnya masuk perangkap?
Setelah mendapatkan informasi dari beberapa media daring yang meliput penangkapan si Kancil, barulah saya mengerti fakta-fakta yang terdapat pada kejadian saat itu. Beberapa awak media segera mendatangi tempat kejadian perkara seusai mendapat kabar yang berpotensi viral itu. Kancil Milenial yang cerdik dan licik kejeblos perangkap PaK Tani, tentu saja ini sebuah berita yang sangat menjual.
Tentu berbeda dengan kejadian yang sudah dihafal masyarakat: Kancil menipu binatang-binatang hutan. Kejadian semacam itu sudah pasti tak layak jual karena teramat biasa.
Maka, para awak media bergegas mengumpulkan fakta-fakta melalui beberapa wawancara dengan Pak Tani dan juga si Kancil sendiri. Ada juga yang tak sempat mendatangi lokasi, segera saja mengutip berita-berita daring yang berseliweran di media-media digital.
Kepada sang wartawan yang menguntitnya, si Kancil mengakui bahwa kala itu dirinya lengah. Kelengahan yang diakibatkan oleh rasa lapar dan mungkin juga depresi yang dialaminya. Pandemi Covid 19 telah membuat dirinya sangat kesulitan mendapatkan makanan. Ketimun, makanan kegemarannya telah menjadi komoditas yang langka di pasaran.
Pak Tani juga mengakui bahwa ia tak mampu menyuplai kebutuhan ketimun bagi masyarakat. Sebenarnya bukan karena produksinya berkurang. Anjuran pemerintah untuk menjaga jarak dan membatasi aktivitas di luar rumah tak membuat dirinya berhenti mengolah ladang. Bagaimana mungkin ia bisa berdiam di rumah jika untuk makan saja susah.
Sudah begitu, bantuan sosial yang digadang-gadang ternyata tak kunjung datang. Jangan-jangan nyasar ke orang berada.
Ia mendapat kabar dari Simbok-Simbok penjual sayur di pasar bahwa pembeli yang datang ke pasar banyak berkurang. Sebagian Ibu-Ibu yang sering berkunjung ke pasar mengalihkan belanja mereka kepada Mamang Sayur yang keliling kampung dan perumahan. Sebagian lagi berbelanja sayuran pun sudah main daring-daringan. Nah, Pak Tani belum memiliki kemampuan menjual hasil ladangnya secara virtual.
Sempatkan juga Anda mengunjungi kisah seru Kancil Milenial lainnya: "Kancil Milenial dan Hoaks yang Gagal" dan "Mampukah Kancil Milenial Menyingkirkan si Corona Bengal dari Hutan Cengkar?".
Kesulitan hidup yang nyaris serupa dialami si Kancil. Pemerintahan Raja Singa di Hutan Cengkar, tempat bermukim si Kancil, juga telah cukup lama menerapkan pelbagai pembatasan bagi warga hutan. Meskipun penerapannya terkesan tambal sulam dan tanpa ketegasan. Alhasil banyak warga hutan yang mematuhi anjuran para aparat Kerajaan Cengkar justru mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Contohnya si Kancil. Sejak diberlakukannya pembatasan-pembatasan oleh pemerintah hutan, dirinya nyaris sepanjang hari berdiam diri di sarang. Ia telah berusaha keras menahan diri meskipun banyak penduduk hutan tampak tak begitu peduli. Setelah bertahan sekian lama, si Kancil pun mulai menunjukkan gejala depresi. Kondisi demikian menyebabkan dirinya kini bersikap "terserah".
Selain itu, ia tak lagi leluasa menyalurkan hobinya memperdaya binatang-binatang di kawasan hutan Cengkar. Pada masa sekarang ini, kebanyakan binatang juga memilih tinggal di sarang mereka. Masih beruntung binatang-binatang pemakan rumput dan dedaunan. Sumber makanan mereka tersedia cukup melimpah di sekitar sarang. Sedangkan menu utama makan si Kancil berupa ketimun hanya tersedia di sepetak kecil ladang Pak Tani yang terdapat di sebuah Desa terpencil di pinggir hutan. Kini ia telah berada di sana.
Kedua hal itulah, kelaparan dan depresi, yang membuat si Kancil frustrasi dan tak mampu menjaga keselamatan diri. Menyaksikan buah ketimun yang begitu ranum, yang sekian lama tak ditemuinya, si Kancil menjadi lupa diri. Tanpa berpikir panjang dan menimbang-nimbang, ia langsung melahap ketimun-ketimun ranum itu melebihi takaran perutnya. Tak lupa, si Kancil berniat menimbun ketimun untuk dibawa ke sarangnya. Selain sebagai persediaan pangan bagi dirinya, barangkali saja ia bisa menjual dengan harga mahal ketimun-ketimun itu kepada warga hutan yang sedang dilanda kesulitan.
Pak Tani sendiri telah banyak belajar dari pengalaman. Metode jebakan menggunakan orang-orangan sawah yang dilumuri getah buah nangka terbukti tidak efektif memperdaya Kancil. Maka, Pak Tani yang cukup canggih itu mendapatkan ide perangkap baru hasil browsing-nya di internet. Sebuah video tutorial berjudul "Terkuak, Rahasia Menangkap Kancil, Dijamin 3 Menit Berhasil" telah menginspirasi Pak Tani.
Ibarat peribahasa "Pucuk dicinta ulam tiba", Pak Tani mendapatkan apa yang menjadi kebutuhannya. Masa paceklik pendapatan menjelang hari Lebaran sempat membuat Pak Tani kelabakan. Ia merasa tak kan mampu menyenangkan hati istri dan anak-anaknya lantaran tak sanggup menyediakan makanan yang enak pada hari kemenangan.
Eh, ndilalah-nya, si Kancil terperangkap dalam lubang yang dipasangnya di tengah ladang. Ya sudah kebetulan sekali, ia tak perlu pusing-pusing lagi memikirkan hidangan buat keluarga saat Lebaran nanti.
Tinggallah kini si Kancil menekuri nasib yang seakan-akan tak berpihak kepada dirinya. Sekira seminggu lagi Lebaran akan menyambangi. Dalam sedikit waktu itulah harapan yang dipunyai. Sayang sekali, akal licik si Kancil seperti tak bersisa di otaknya kali ini.
Apakah nasib si Kancil akan benar-benar tenggelam di ujung sebilah pisau tajam? Sebegitu tragis kah akhir hidup si Penipu Licik yang termasyhur akan kecakapannya mengelabui binatang-binatang hutan? Ataukah diam-diam ia telah menyimpan sebuah strategi jitu untuk mengelabui Pak Tani yang lugu?
Untuk mengetahui peruntungan si Kancil berikutnya, silakan tunggu lanjutan kisah ini hanya di Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H