Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

K-Rewards Nggak Dapet, ke Mana Harus Ngumpet?

7 April 2020   14:02 Diperbarui: 8 April 2020   12:39 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ilustrasi: pexels.com\startup stock photos

Dua bulan terakhir ini memang terasa cukup kecut bukan hanya di mulut. Setelah harapan memperoleh THR nyaris pupus, K-Rewards pun ternyata hangus.

Dengan rata-rata 5 artikel utama dan 3 artikel pilihan per bulan nangkring di laman Kompasiana, ternyata belum mampu mendongkrak perolehan "suara". Akibatnya, rekening Gopay tak beranjak dari posisi semula.

slide1-jpg-5e8c1dee57976756cf6a6c22.jpg
slide1-jpg-5e8c1dee57976756cf6a6c22.jpg
ilustrasi: jumlah tayangan artikel 2020 dokpri

THR sudah hampir terjungkir, K-Rewards pun enggan mampir! Gimana perasaan nggak ketar-ketir? Pada saat kebutuhan pulsa meningkat, tambahan pemasukan tak bisa diharap.

Padahal saya melihat jumlah pageviews yang nongol terbilang lumayan. Rata-rata enam ribuan pengunjung dalam sebulan terlihat singgah ke lapak yang saya gelar.

Dari data yang ada, saya memperkirakan bahwa angka keterbacaan (pageviews) yang tercatat dalam sistem Google Analitics hanya sekitar 30% dari angka yang terlihat pada tayangan Kompasiana. K-Rewards sempat menemui saya di bulan Januari ketika angka keterbacaan mencapai lebih dari 9.000. Sementara itu, pada bulan Februari dan Maret dengan pagewiews yang masing-masing cuma enam ribuan, si reward tak berkenan singgah mengantarkan rupiah.

slide1-jpg-5e8c1f32d541df68577a8ae2.jpg
slide1-jpg-5e8c1f32d541df68577a8ae2.jpg
ilustrasi: data pageviews dan rerata pageviews per bulan dokpri

Namun jangan terburu-buru mempercayai hitung-hitungan ini, ya. Saya kan cuma mengira-ngira. Kalau menginginkan angka-angka yang valid, tanyakan kepada Admin saja.

Saya memaklumi, semua argumentasi itu hanyalah persepsi subyektif yang tak sejalan dengan kondisi yang sebenarnya. Bilangan yang tertera di akun saya merupakan semacam fatamorgana belaka. Yang sesungguhnya tercantum dalam catatan Google Analytics pastinya amat sedikit.

Lantas, akankah keadaan yang demikian membuat saya harus balik badan dan tak lagi berminat membuat tulisan? Waduh, bila ajakan "sesat" itu yang saya ikuti, bukan orang lain yang bakal menderita rugi, tapi diri saya sendiri.

3 Alasan untuk Terus Menulis

Sedikitnya saya telah menemukan 3 alasan untuk tetap setia dengan papan ketik di depan mata. Aktivitas menulis tak akan beranjak meninggalkan keseharian saya. Berikut ini beberapa alasan yang akan membikin saya tetap betah mengetik banyak kata.

Alasan pertama, persis di depan mata saya terpampang sebuah buku yang sangat menggairahkan. Buku apik itu ditulis oleh Mark Levy dan dijuduli "Menjadi Genius dengan Menulis". Sejilid buku yang telah lama tersimpan di rak dan telah saya lahap seluruh isinya. Dan kini, saya tertarik untuk kembali mencernanya.

genius-dengxn-menulis-5e8c20ed097f36500a4ff6f2.jpg
genius-dengxn-menulis-5e8c20ed097f36500a4ff6f2.jpg
ilustrasi: buku "Menjadi Genius dengan Menulis" dokpri

Meskipun tak akan membikin IQ saya mampu menyaingi kepunyaan Albert Einstein, tapi beberapa ulasan dalam buku ini membikin saya tambah yakin. Sebuah keyakinan bahwa kegiatan menulis akan memberikan tambahan kesehatan lahir dan batin. Asal tak melupakan urusan-urusan penting yang lain.

Nggak mungkin kan, saya berpaling dari kemungkinan menjadi "jenius" seperti kata Pak Levy hanya gara-gara saldo Gopay yang "tak seberapa"?

Alasan yang kedua adalah rasa malu kepada para Kompasianer. Baru beberapa hari yang lalu saya menayangkan sebuah tulisan yang mengajak (diri saya sendiri dan berharap juga) orang-orang untuk giat menulis (ini dia artikelnya). Masak sekarang malah saya sendiri yang berhenti. Di mana saya harus menaruh muka saya nanti?

Dan alasan ketiga, inilah yang sedang aktual belakangan ini. #KerjadiRumah, #IbadahdiRumah, pokoknya #Apa-apadiRumah. Lha menulis itu kegiatan paling asyik yang bisa saya lakukan selagi berada di rumah.  Kalau berhenti, ntar stres bertambah parah, ini kan rekreasi yang murah.

Menulis Adalah Bersuka Ria

Sebetulnya ketiga alasan itu masih dalam hitungan teramat sedikit dan untuk jangka yang sangat pendek. Manfaat menulis jauh lebih banyak dan lebih luas dibandingkan yang telah saya sebutkan di atas. Kalau nggak percaya, cari aja sendiri kebaikan-kebaikan menulis yang telah banyak diulas.

Mengingat banyaknya keuntungan yang bisa menghampiri dengan giat melakukan aktivitas yang satu ini, seringkali saya lupa diri. Saking asyiknya mengetik, kadang-kadang tak terasa di luar rumah telah turun gerimis rintik-rintik. Adakalanya juga diri ini tak menyadari bahwa hari telah hampir berganti.

Maka, saya selalu berusaha mengingat beberapa hal penting. Pertama, selalu ingat pesan orangtua agar hidup tak dihantui perasaan resah, jangan tinggalkan #IbadahdiRumah. Selanjutnya, jangan lengah untuk terus mencari nafkah walaupun harus #KerjadiRumah. Dan ada satu lagi kewajiban orangtua, yakni membantu upaya mencerdaskan bangsa. Dalam hal ini orangtua diberi amanah untuk membersamai anak-anak #BelajardiRumah.

Nah, faedah menulis tak sesempit tambahan saldo Gopay, bukan? Jadi, nggak harus ngumpet, kok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun