Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

"Le Petit Prince" Dongeng Anak yang Sejatinya Menyasar Orang Dewasa

22 Maret 2020   08:35 Diperbarui: 24 Maret 2020   10:18 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: novel Le Petit Prince/dokpri

Suatu ketika Anda tengah mengerjakan sebuah tugas dan mendadak seorang anak Anda menghampiri Anda dan bertanya perihal daun yang jatuh di halaman rumah atau awan yang bergerak di angkasa. Dengan wajah enggan dan tanpa mengalihkan pandangan dari pekerjaan, Anda menjawab, "Sudah main sana, papa lagi ada urusan penting!"

Saya kerap melakukan hal seperti ini. Anda pun mungkin begitu. Apalagi pada waktu-waktu seperti sekarang ini saat banyak orang menjalankan pekerjaan di rumah dan anak-anak tak pergi bersekolah. "Gangguan" dari anak-anak bakal semakin sering menyambangi.

Melalui sebuah novel "Le Petit Prince", sepertinya Antoine de Saint-Exupery banyak menyindir kita. Dan dengan kemampuannya, sindiran-sindiran kepada orang dewasa dilontarkannya melalui sebuah dongeng yang seolah-olah ditujukan bagi anak-anak.

Buku Dongeng yang "Menipu"

Bisa jadi kita akan tertipu ketika mengamati sampul buku karya penulis asal Prancis ini. Penampakan fisik buku ini mengesankan bahwa novel yang tergolong karya klasik ini berisikan dongeng yang ditujukan bagi anak-anak. Namun dugaan Anda akan segera patah sejak Anda membaca halaman-halaman awal buku yang banyak dihiasi sketsa-sketsa karya penulis sendiri.

Pada bagian penutup halaman persembahan misalnya, Saint-Exupery telah memulai sindirannya bagi orang-orang dewasa yang gemar meremehkan kegiatan anak-anak. Simaklah sepenggal kalimat ini, "Semua orang dewasa pernah menjadi anak-anak (sekalipun hanya sedikit yang ingat)".

Ya, rasanya kita memang sering melupakan masa kanak-kanak kita ketika kini kita berbicara dan berinteraksi dengan anak-anak.

Pada beberapa bagian yang lain dalam cerita yang dibuat sekitar tabun 1943 ini, penulis juga mengumbar kesinisannya akan keegoisan orang-orang dewasa. Saya baru menyelesaikan separuh buku ketika tergelitik untuk menuliskan inspirasi dari novel yang disebut-sebut sebagai salah satu karya berbahasa Prancis yang paling banyak diterjemahkan ini.

Dongeng ini menceritakan tentang interaksi sang tokoh yang sepertinya menggambarkan diri penulis sendiri dengan seorang pangeran kecil yang datang dari planet lain. Pertemuan keduanya terjadi di Gurun Sahara ketika pesawat yang dikendarai sang tokoh mogok di sana.

Sang tokoh memang memilih mengemudikan pesawat sebagai profesinya setelah merasa kecewa karena "karier"-nya sebagai pelukis yang baru dirintis saat berusia enam tahun langsung "dikubur" oleh orang-orang dewasa di sekitarnya.

Si pangeran sendiri muncul di gurun itu secara tiba-tiba. Ia mendadak muncul dan membangunkan sang tokoh yang tengah tertidur di waktu subuh pada hari kedua dirinya terdampar di gurun yang jauh dari pemukiman manusia. 

Kehadiran sang pangeran langsung mendatangkan keganjilan dengan permintaannya kepada sang tokoh untuk membuatkannya sebuah gambar seekor domba. Keganjilan yang dimunculkan oleh sudut pandang manusia (yang katanya) dewasa.

4 Inspirasi dalam Separuh Buku

Hampir keseluruhan isi buku yang kabarnya telah diterjemahkan ke dalam 230 bahasa ini berupa dialog antara si tokoh dengan sang Pangeran Cilik yang misterius itu. Dari setengah perjalanan proses membaca, setidaknya 4 kali saya selaku "orang dewasa" merasakan panas menyengat di wajah oleh "ledekan-ledekan" Saint-Exupery.

Pertama, saya telah menyinggung sindiran yang dilontarkan penulis melalui halaman persembahan. Sebelum mengucapkan kalimat yang telah saya sitir di atas, dalam nada sindiran sang penulis mengungkapkan permintaan maaf kepada anak-anak yang telah "tertipu" membaca dongeng ini. Dalam permohonan maaf itu, ia menyampaikan bahwa buku yang dikarangnya ini sebenarnya ditujukan bagi orang dewasa.

Di antara anak-anak yang teperdaya oleh tampilan muka buku dongeng ini, terdapat seorang anak saya. Ya, anak perempuan saya yang kini menginjak remaja telah membeli dan membaca novel yang sejatinya ditujukan kepada kaum dewasa.

Saya pun sebetulnya tak menyadari untuk siapa buku ini dicipta saat meminjamnya dari anak saya. Niat saya hanya ingin menyegarkan pikiran dengan menikmati bacaan ringan khas anak-anak. Sekalian mengintip kandungan gizi yang terdapat dalam buku ini, yang bakal diserap ke dalam diri anak-anak kami.

Kedua, pada bagian pembuka, kembali penulis buku yang lahir di Lyon pada tahun 1900 ini menyindir kita. Ia mengisahkan bahwa pada usianya yang keenam, ia pernah sangat terkesan dengan sebuah gambar yang tercantum dalam sejilid buku mengenai rimba raya.

Karena salah satu kegemarannya adalah menggambar, maka dibuatlah sketsa ulang atas kejadian yang dibayangkannya dalam gambar. Namun ia mulai merasakan kekecewaan yang mendalam oleh perilaku orang-orang dewasa yang tak mampu atau tak hendak memahami anak-anak kecil seperti dirinya.

Orang-orang dewasa menyebut sketsa yang dibuatnya sebagai sebuah topi. Padahal peristiwa yang mendasari gambarnya sungguh jauh berbeda. Ia menggambar seekor ular sanca yang tak berdaya setelah seekor gajah berbadan besar ditelannya bulat-bulat hingga menyesaki rongga perutnya.

ilustrasi: sketsa ular sanca menelan gajah oleh Saint-Exupery. dokpri.
ilustrasi: sketsa ular sanca menelan gajah oleh Saint-Exupery. dokpri.
Ketiga, penulis yang memiliki kegemaran menerbangkan pesawat itu menggambarkan orang dewasa sebagai makhluk yang hanya peduli pada angka-angka. Tengoklah apa yang diperhatikan orang dewasa ketika seorang anak kecil antusias menceritakan teman barunya.

Orang dewasa tak akan menanyakan hal-hal penting, seperti misalnya, "Bagaimana nada suaranya?" atau "Permainan apa yang disukainya?". Umumnya orang-orang dewasa getol memburu angka-angka. Mereka akan mencari tahu perihal umur, jumlah saudara, berat badan atau bahkan gaji ayahnya.

Sebuah petikan tentang ungkapan penulis menyangkut kecenderungan orang dewasa akan hal ini rasanya cukup menggelitik untuk saya tuliskan kembali. 

"Jika kalian berkata kepada orang dewasa, 'Aku melihat rumah yang bagus, dibuat dari batu bata merah muda dengan bunga kerenyam di jendela dan burung merpati di atapnya ...', mereka tidak dapat membayangkan rumah itu. Kita harus berkata begini, 'Aku melihat rumah seharga 180 ribu franc.' Baru mereka akan berseru, 'Aduh, betapa bagusnya!'".

Hal-hal yang penting bagi anak-anak adalah urusan yang remeh-temeh bagi manusia dewasa. Begitu pun sebaliknya.

Keempat, penulis melukiskan sebuah gambaran peristiwa yang acap kali melanda orang dewasa (baca: orangtua) dalam berinteraksi dengan anak-anak. Tak terkecuali saya.

Saat itu sang tokoh sedang sangat resah karena melihat kerusakan pesawatnya sangat parah. Perbekalan yang menipis semakin membikin hatinya miris. Maka, ia berpacu dengan waktu, berusaha keras membetulkan pesawatnya sebelum perbekalan tandas.

Perhatiannya tengah terfokus pada upayanya membuka sebuah baut yang terlampau kuat mencengkeram dudukannya. Ia nyaris tak sabar saat pangeran kecil mengajukan pertanyaan yang bikin gusar. Pertanyaan tak penting perihal bunga-bunga berduri yang ditinggalkan sang pangeran di planetnya yang sunyi, telah menyebabkan sang tokoh menjadi sangat kesal hingga memberikan jawaban yang ngasal.

Dan sebuah kalimat yang terlontar dari bibirnya, "Aku sedang sibuk dengan hal-hal yang serius!" telah mengubah keceriaan Pengeran Cilik menjadi rasa frustrasi. Seuntai kalimat yang jamak meluncur dari mulut orang dewasa itu kemudian disesalinya.

Begitulah sederet inspirasi yang saya dapatkan dari sekira setengah buku ini. Buku yang mengingatkan kembali akan pentingnya kemampuan dan kemauan orang dewasa untuk mendengarkan dan berempati. Entah sindiran macam apa lagi yang bakal memerahkan muka saya dari sisa dongeng ini.

Referensi: Antoine de Saint-Exupery, "Le Petit Prince", Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun