Suatu ketika Anda tengah mengerjakan sebuah tugas dan mendadak seorang anak Anda menghampiri Anda dan bertanya perihal daun yang jatuh di halaman rumah atau awan yang bergerak di angkasa. Dengan wajah enggan dan tanpa mengalihkan pandangan dari pekerjaan, Anda menjawab, "Sudah main sana, papa lagi ada urusan penting!"
Saya kerap melakukan hal seperti ini. Anda pun mungkin begitu. Apalagi pada waktu-waktu seperti sekarang ini saat banyak orang menjalankan pekerjaan di rumah dan anak-anak tak pergi bersekolah. "Gangguan" dari anak-anak bakal semakin sering menyambangi.
Melalui sebuah novel "Le Petit Prince", sepertinya Antoine de Saint-Exupery banyak menyindir kita. Dan dengan kemampuannya, sindiran-sindiran kepada orang dewasa dilontarkannya melalui sebuah dongeng yang seolah-olah ditujukan bagi anak-anak.
Buku Dongeng yang "Menipu"
Bisa jadi kita akan tertipu ketika mengamati sampul buku karya penulis asal Prancis ini. Penampakan fisik buku ini mengesankan bahwa novel yang tergolong karya klasik ini berisikan dongeng yang ditujukan bagi anak-anak. Namun dugaan Anda akan segera patah sejak Anda membaca halaman-halaman awal buku yang banyak dihiasi sketsa-sketsa karya penulis sendiri.
Pada bagian penutup halaman persembahan misalnya, Saint-Exupery telah memulai sindirannya bagi orang-orang dewasa yang gemar meremehkan kegiatan anak-anak. Simaklah sepenggal kalimat ini, "Semua orang dewasa pernah menjadi anak-anak (sekalipun hanya sedikit yang ingat)".
Ya, rasanya kita memang sering melupakan masa kanak-kanak kita ketika kini kita berbicara dan berinteraksi dengan anak-anak.
Pada beberapa bagian yang lain dalam cerita yang dibuat sekitar tabun 1943 ini, penulis juga mengumbar kesinisannya akan keegoisan orang-orang dewasa. Saya baru menyelesaikan separuh buku ketika tergelitik untuk menuliskan inspirasi dari novel yang disebut-sebut sebagai salah satu karya berbahasa Prancis yang paling banyak diterjemahkan ini.
Dongeng ini menceritakan tentang interaksi sang tokoh yang sepertinya menggambarkan diri penulis sendiri dengan seorang pangeran kecil yang datang dari planet lain. Pertemuan keduanya terjadi di Gurun Sahara ketika pesawat yang dikendarai sang tokoh mogok di sana.
Sang tokoh memang memilih mengemudikan pesawat sebagai profesinya setelah merasa kecewa karena "karier"-nya sebagai pelukis yang baru dirintis saat berusia enam tahun langsung "dikubur" oleh orang-orang dewasa di sekitarnya.
Si pangeran sendiri muncul di gurun itu secara tiba-tiba. Ia mendadak muncul dan membangunkan sang tokoh yang tengah tertidur di waktu subuh pada hari kedua dirinya terdampar di gurun yang jauh dari pemukiman manusia.Â