Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

4 Kejadian Kocak yang Mungkin Terjadi dalam Sistem Tilang Elektronik (ETLE)

17 Februari 2020   11:41 Diperbarui: 17 Februari 2020   11:50 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: kompas.com/Garry Lotulung

Kepolisian RI telah menerapkan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) alias sistem tilang elektronik bagi pengendara sepeda motor sejak 1 Februari 2020 yang lalu. Seperti dikabarkan kompas.com, dalam empat hari pertama perberlakuan ETLE di Jakarta, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya telah menjaring 659 pengendara motor yang tertangkap kamera melanggar aturan lalu lintas.

Bakal terdapat beberapa perbedaan yang bisa terjadi dengan pemberlakuan sistem ini dibandingkan penilangan secara langsung oleh polisi. Salah satu perbedaan yang akan membawa dampak cukup besar dalam pelaksanaannya adalah tidak adanya pertemuan secara langsung antara pengendara dengan aparat.

Selama pelaksanaan penindakan pelanggar lalu lintas secara manual, cukup banyak kejadian aneh, lucu dan kadang-kadang bikin miris hati. Pada satu sisi, kejadian-kejadian itu bisa bikin kita senyum-senyum sendiri bahkan tertawa sejenak, tetapi pada sisi lainnya juga bisa membuat kita harus mengelus dada.

Nah, apakah peristiwa-peristiwa unik itu akan tetap terjadi dalam sistem tilang elektronik? Mari simak beberapa kejadian unik dan kocak dalam sistem tilang manual dan kemungkinan berulangnya dalam sistem ETLE.

1. "Saya nggak tahu kalau ada razia"

Ini salah satu alasan konyol yang pernah dikemukakan seorang pengendara ketika ditilang polisi. Jadi, dalam pikiran pengendara jenis ini, sah-sah saja melanggar aturan lalu lintas sepanjang kepolisian tidak sedang melakukan razia di jalan raya yang mereka lalui, dan menangkap mereka karena melanggar aturan lalu lintas.

Peluang kita mendengar alasan "antik" ini akan mengecil dalam sistem ETLE. Pemotor jenis ini tidak akan menyadari ketika pelanggaran yang dilakukannya tertangkap kamera. Mungkin ia akan terkaget-kaget saat menerima surat tilang di kediamannya. Tentu saja ia tak bisa memprotes aparat saat membaca surat tilang karena tidak ada polisi di depan hidungnya.

Jika tetap memaksakan diri mengemukakan keberatan dengan alasan ganjil itu, ia akan ditinggalkan oleh si pengantar surat. "Egepe!" Begitu barangkali kalimat singkat yang bakal meluncur dari bibir dongkol si kurir.

Apalagi bila bukti pelanggaran dikirimkan polisi melalui surat elektronik. Makin kecil saja kesempatan untuk menyampaikan kalimat itu. Jangan-jangan istri dan anak-anak di rumahnya yang ketiban sial harus menanggapi ujaran konyol ini.

2. Merusak motor

Ini dia, salah sebuah momen paling viral yang pernah mengharu-biru media daring negeri kita terkait kegiatan tilang-menilang oleh kepolisian. Sekitar setahun lalu, seorang pemuda di Tangerang mengamuk dan merusak sepeda motor yang dikendarainya setelah seorang polisi menilangnya akibat beberapa pelanggaran yang dilakukannya. Perusakan itu dilakukan sang pemuda persis di depan hidung polisi yang menilangnya.

Sepertinya, kita tak akan menemui lagi aksi semacam ini jika sistem tilang telah sepenuhnya elektronik. Kalaupun  ada orang mengamuk dengan merusak motor karena kena tilang, ia tak akan melakukannya di depan polisi. Mungkin ia hanya akan bisa melakukannya di depan tetangga-tetangganya.

Lebih sulit lagi jika motor yang dikendarainya saat kena tilang merupakan motor pinjaman, katakanlah milik bapak pacarnya. Untuk hal yang satu ini, tentu butuh upaya ekstra untuk melakukan tindakan aneh itu.

Pertama-tama, pemilik motor akan memanggil dirinya untuk datang ke rumah. Lalu ia memberitahukan adanya surat tilang dari polisi yang diterimanya selaku pemilik kendaraan. Setelah mengetahui duduk perkaranya, anak muda itu harus bersusah payah dulu sebelum bisa melaksanakan hajatnya. Ia akan memohon-mohon kepada "bapak calon mertua" agar mengizinkan dirinya merusak "kendaraan sial" itu.

"Tolong izinkan saya membanting dan mengobrak-abrik motor ini, Bapak!" Mungkin seperti itulah pinta yang disampaikannya.

Kira-kira bagaimana tanggapan si bapak ya?

3. Menangis menjerit-jerit

Masih ingat anak usia sekolah dasar yang mengendarai sepeda motor di jalan raya, lalu menangis menjerit-jerit ketika ditilang polisi? Itu peristiwa yang terjadi di Polewali Mandar, dan telah lama berlalu. Saat itu seorang siswa SD berboncengan sepeda motor dengan seorang temannya. Keduanya tidak mengenakan helm. Dan menilik usianya, tentu saja sang pengendara belum memiliki SIM.

Polisi yang memergokinya pun menahannya dan minta diantarkan ke orang tua bocah itu. Lantaran ketakutan bakal kena murka bapaknya, si bocah menangis termehek-mehek memohon agar dibebaskan oleh Pak Polisi.

Kejadian semacam itu sepertinya hanya akan berlangsung dalam sistem tilang manual. Sebab dalam sistem tilang elektronik, bocah-bocah yang belum cukup usia untuk mengendarai kendaraan bermotor akan melenggang mulus di jalan raya.

Hal yang mungkin terjadi, beberapa hari kemudian bapak si bocah menangis beriba-iba saat menerima surat tilang. Mungkin ia tak menyangka bakal ditindak polisi karena merasa tak pernah melakukan pelanggaran. Atau bisa juga kepalanya mendadak pening saat melihat jumlah rupiah yang harus dibayarkan kepada negara akibat perbuatan anaknya.

4. Pura-pura ngopi

Kalau yang satu ini merupakan strategi yang banyak dilakukan pemotor yang tak berbekal perlengkapan berkendara yang memadai. Saat melihat kerumunan kendaraan dan polisi yang menggelar razia beberapa meter di depan mereka, segera saja mereka membelokkan kendaraan ke arah warung di pinggir jalan. Dan mereka langsung duduk manis memesan sebungkus rokok atau secangkir kopi.

Ada dua kemungkinan yang selanjutnya akan dilakukan pemotor itu. Kemungkinan pertama, langsung berbalik arah mencari jalan lain yang bebas razia. Sedangkan kemungkinan kedua, tetap duduk-duduk santai menikmati gorengan sembari menantikan usainya kegiatan razia yang dilakukan polisi.

Selama ini, polisi telah mencium gelagat adanya akal-akalan semacam ini. Maka, kemudian mereka memasang "perangkap". Seorang atau beberapa orang Polantas ditugaskan menjaga wilayah yang berada beberapa meter di sekitar lokasi razia. Tugas mereka tentu saja menggiring para pengendara nakal yang bersembunyi di balik warung rokok atau warung kopi. Ketangkep, deh!

Bila kelak polisi memberlakukan ETLE sepenuhnya, apakah mereka perlu juga menempatkan petugas di sekitar ETLE? Atau mungkin perlu memasang ETLE dalam radius tertentu di sekitar ETLE utama? Biarlah Polri yang memikirkannya.

Namun, yang paling "apes" tentu saja golongan pengendara beralibi beli rokok atau ngopi. Sampai kapan mereka akan terus-terusan "beli rokok" lalu berbalik arah? Atau mau terus merokok dan ngopi hingga usainya sistem ETLE? Waduh, perlu duit banyak tuh, buat nungguin. Eh, sudah kelamaan nunggu dan habis modal, CCTV-nya tak kunjung padam.

Referensi: 1, 2, 3 dan 4.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun