Kalau yang satu ini merupakan strategi yang banyak dilakukan pemotor yang tak berbekal perlengkapan berkendara yang memadai. Saat melihat kerumunan kendaraan dan polisi yang menggelar razia beberapa meter di depan mereka, segera saja mereka membelokkan kendaraan ke arah warung di pinggir jalan. Dan mereka langsung duduk manis memesan sebungkus rokok atau secangkir kopi.
Ada dua kemungkinan yang selanjutnya akan dilakukan pemotor itu. Kemungkinan pertama, langsung berbalik arah mencari jalan lain yang bebas razia. Sedangkan kemungkinan kedua, tetap duduk-duduk santai menikmati gorengan sembari menantikan usainya kegiatan razia yang dilakukan polisi.
Selama ini, polisi telah mencium gelagat adanya akal-akalan semacam ini. Maka, kemudian mereka memasang "perangkap". Seorang atau beberapa orang Polantas ditugaskan menjaga wilayah yang berada beberapa meter di sekitar lokasi razia. Tugas mereka tentu saja menggiring para pengendara nakal yang bersembunyi di balik warung rokok atau warung kopi. Ketangkep, deh!
Bila kelak polisi memberlakukan ETLE sepenuhnya, apakah mereka perlu juga menempatkan petugas di sekitar ETLE? Atau mungkin perlu memasang ETLE dalam radius tertentu di sekitar ETLE utama? Biarlah Polri yang memikirkannya.
Namun, yang paling "apes" tentu saja golongan pengendara beralibi beli rokok atau ngopi. Sampai kapan mereka akan terus-terusan "beli rokok" lalu berbalik arah? Atau mau terus merokok dan ngopi hingga usainya sistem ETLE? Waduh, perlu duit banyak tuh, buat nungguin. Eh, sudah kelamaan nunggu dan habis modal, CCTV-nya tak kunjung padam.
Referensi: 1, 2, 3 dan 4.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H