Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

5 Risiko Jabatan yang Diperoleh dengan Cara "Menghadap" Atasan

6 Februari 2020   16:25 Diperbarui: 7 Februari 2020   12:58 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pexels.com/energepic.com

0,01% di antara 470 ribu orang personil Polri "menghadap" atasan mereka untuk meminta jabatan. Sebuah ungkapan yang kurang enak telah dikemukakan oleh Kapolri Jenderal Idham Azis dalam sebuah kesempatan pemberian penghargaan kepada 21 anggota Polri yang berprestasi.

Jika dikalkulasi, jumlah anggota Polri yang diduga minta jabatan kepada atasan mereka sebanyak sekira 47 orang. Jumlah yang terbilang tidak terlalu besar dibandingkan keseluruhan personil Kepolisian RI.

Meskipun angka persentase maupun bilangan absolutnya terlihat kecil, tetapi informasi ini mengungkapkan sebuah kondisi yang cukup memprihatinkan. Ucapan Pak Kapolri menunjukkan bahwa budaya minta jabatan masih berlangsung di lembaga kepolisian negeri kita.

Dan barangkali "tradisi menghadap" semacam itu tidak hanya terjadi di kepolisian. Mungkin modus mencari jabatan dengan cara tak elegan seperti itu juga masih terjadi di instansi-instansi lainnya.

Dampak Buruk Meminta Jabatan

Persoalan "menghadap" untuk mendapatkan jabatan akan menimbulkan dampak kurang baik. Tidak hanya si "penghadap" yang akan menanggung dampak buruk itu, melainkan juga pegawai lainnya dan mungkin juga institusi secara keseluruhan.

Bagi pegawai di lingkungannya, keberhasilan memperoleh jabatan dengan cara kasak-kusuk bisa menimbulkan rasa iri hati. Dan rasa dengki akan semakin memuncak tatkala mereka menyaksikan si peminta jabatan tidak menunjukkan kinerja yang bagus.

"Percuma saja kerja baik kalau akhirnya yang mendapat jabatan orang yang rajin 'menghadap' atasan". Barangkali seperti itu pikiran yang merasuki benak para pegawai lainnya.

Pikiran semacam itu akan sangat efektif menurunkan motivasi kerja pegawai. Bila kasusnya berlanjut "viral" dan menjadi bahan perbincangan di kalangan pegawai, tidak mustahil akan terjadi demotivasi secara massal.

5 Risiko Pejabat Karbitan 

Bagaimana dengan pegawai yang mendapatkan jabatan karena meminta kepada atasan? Tak sedikit dampak negatif yang akan menyertai perjalanan kariernya di instansi atau perusahaan tempatnya mencari nafkah.

Sedikitnya terdapat 5 risiko buruk yang bisa menimpa pegawai yang meminta jabatan kepada atasannya.

1. Meningkatnya rasa kurang percaya diri
Umumnya sebuah jabatan yang berada pada level di atas memiliki beban tanggung jawab yang lebih besar ketimbang jabatan-jabatan pada tingkat di bawahnya. 

Dan seorang pegawai yang meminta jabatan kepada atasannya tentu bukan seseorang yang memiliki kemampuan meraih jabatan itu dengan kemampuannya sendiri.

Maka pegawai yang mendapatkan jabatan karena memintanya kepada atasannya akan mengalami kesulitan ketika harus mengemban tanggung jawab pekerjaan yang lebih besar pada tingkat jabatan yang lebih tinggi. 

Sebab ketika berada dalam posisi di bawah saja ia belum terbukti mempunyai kinerja yang baik, apalagi harus mengemban tanggung jawab yang lebih besar.  

Kegagalan mengelola tanggung jawab bisa membuat penyandangnya merasa rendah diri. Kecuali si pejabat memang tak lagi memiliki kepedulian terhadap kehormatan dirinya.

2. Tidak mendapatkan dukungan pegawai lainnya
Dalam kasus para pegawai lainnya mengendus modus minta jabatan yang dilakukannya, maka pegawai yang mengemis jabatan berisiko tidak mendapatkan dukungan dari pegawai-pegawai lainnya. 

Bahkan dalam kasus yang lebih parah, bisa saja si pegawai dikucilkan dalam lingkungan kerjanya.

Seorang pejabat umumnya juga merupakan pimpinan suatu unit kerja. Tentu ia akan mengalami kesulitan besar mengelola sebuah tim dengan baik jika para anggota timnya enggan membantu dan melaksanakan kebijakan-kebijakannya.

3. Menanggung beban hutang budi
Bagaimanapun keadaannya, kebaikan seseorang akan menimbulkan perasaan berhutang budi bagi orang yang menerima kebaikan tersebut. Begitu pula dalam dunia kerja. 

Bila seseorang memperoleh jabatan karena memintanya, maka ia akan terbebani rasa berhutang budi kepada atasan yang telah memberinya sebuah jabatan.

Beban perasaan berhutang budi itu dapat menyebabkan ia mencari-cari cara untuk membalas kebaikan sang pimpinan. Akan sangat berbahaya bila kemudian ia mulai menabrak-nabrak aturan guna membalas budi atasannya.

4. Sikap kritis meluntur
Setelah mendapatkan "hadiah" jabatan dari seorang atasan, kemungkinan besar seorang pegawai akan berubah menjadi seekor kerbau yang dicucuk hidungnya di hadapan pimpinan. 

Ia hanya akan mampu menganggukkan kepala terhadap setiap titah sang pimpinan. Dalam kondisi seperti ini, nyaris mustahil mengharapkan sikap kritis si pegawai terhadap atasannya.

Bahkan kondisi yang lebih buruk bisa saja terjadi. Ketika atasan yang telah menghadiahinya sebuah jabatan melakukan perbuatan yang menyimpang dari ketentuan, ia akan sungkan menegur atau melaporkan tindakan sang atasan.

5. Prospek karier yang buruk
Keempat dampak yang telah saya sebutkan di atas akan terasa bila permintaan jabatan oleh seorang pegawai dikabulkan oleh atasannya. 

Bila karena alasan profesional sang pimpinan tidak memberikan jabatan yang diminta, maka sang atasan akan memberikan penilaian buruk terhadap si pegawai. Bisa jadi atasan itu akan menerakan tanda merah pada database si pegawai.

Seorang pegawai yang telah mendapatkan stigma buruk dari atasan akan kesulitan meraih jenjang karier yang lebih baik. Kata sebuah peribahasa, "Sudah jatuh tertimpa tangga". Sudah tidak mendapatkan jabatan yang diinginkan, semakin suram pula masa depannya.

Jadi, apa enaknya memiliki jabatan jika berbagai hal buruk akan menimpa kita?

Referensi: 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun