Sepintas potensi ini sudah saya singgung pada awal tulisan. Yang perlu digarisbawahi, kelanjutan potensi pendapatan dari kegiatan ini sangat bergantung pada keberlangsungan hidup kerajaan. Jika kerajaan terbukti palsu dan kemudian harus ditutup, maka potensi bisnisnya pun bisa langsung menghilang.
Pada kasus KAS sebagai contoh, potensi ini bisa saja lambat-laun menghilang setelah sang raja dan permaisurinya ditangkap polisi. Namun, kesempatan itu bisa juga tetap terbuka jika ada upaya lainnya, misalnya mengembangkan lokasi bekas kerajaan menjadi tempat wisata. Urusan potensi wisata juga akan kita bahas nanti.
![ilustrasi: pasar tiban di lokasi KAS. sumber: detik.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/02/04/pasar-tiban-kas-detik-5e391a01baf25d0da223b802.jpeg?t=o&v=555)
Umumnya orang-orang mendatangi tempat keramaian dengan menggunakan kendaraan, baik kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Semakin banyak masyarakat yang datang ke lokasi keramaian, semakin banyak dibutuhkan tempat parkir.
Demikian pula halnya dengan lokasi-lokasi kerajaan atau mantan kerajaan. Tempat-tempat ini juga membutuhkan areal parkir untuk menampung kendaraan "wisatawan" yang datang.
Bila tingkat keramaian semakin tinggi, mungkin perlu disusun rencana pengelolaan parkir yang profesional. Namun ada yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan model pengelolaan parkir pada lokasi seperti ini.
Kita harus melakukan observasi terutama mengenai kelangsungan hidup tempat wisata dadakan seperti ini. Jangan sampai kita telah membangun sarana parkir yang memadai dengan biaya tak sedikit, ternyata kerajaan yang menjadi tempat wisatanya tak berumur panjang.
4. Pengembangan wisata
Seperti telah kita ketahui, beberapa lokasi kerajaan telah dikelola menjadi tempat wisata budaya yang nyaris tak pernah sepi pengunjung. Sebut saja keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan keraton Surakarta Hadiningrat. Namun harap diingat, kerajaan-kerajaan itu memang kerajaaan betulan dan eksis hingga kini. Bagaimana dengan kerajaan abal-abal?
Meskipun mungkin tak bakal sebesar kerajaan betulan, tetapi kerajaan abal-abal juga menyimpan potensi untuk menjadi lokasi wisata. Bahkan bisa jadi sebuah "sensasi kepalsuan" mendatangkan rasa penasaran tersendiri bagi masyarakat.
Daripada terbengkalai, barangkali pemerintah daerah setempat atau masyarakat bisa memanfaatkan aset-aset kerajaan. Sepalsu-palsunya sebuah kerajaan, ia tetap akan meninggalkan cukup banyak aset seperti bangsal dan singgasana raja dan permaisuri, pendopo kerajaan, prasasti, senjata-senjata serta pakaian kebesaran kerajaan.