Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nia Ramadhani yang Hidup di Tengah Masyarakat Gumunan

24 Oktober 2019   16:51 Diperbarui: 25 Oktober 2019   09:03 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merebaknya konten-konten dan pembahasan perihal yang demikian tak lepas dari kondisi masyarakat gumunan, yakni masyarakat yang berisi orang-orang yang mudah terheran-heran akan suatu hal atau peristiwa.

Konten-konten aneh bin ajaib sangat gampang tumbuh di tengah masyarakat yang demikian. Maka banyak orang memanfaatkan tingkat keheranan masyarakat yang tinggi sebagai lahan subur tempat menyemai materi-materi yang ditujukan untuk viral semata.

Falsafah "Ojo Gumunan"
Ada sebuah falsafah masyarakat Jawa yang sangat relevan dengan kondisi kehidupan zaman kini, yakni "Ojo Gumunan". Ojo gumunan bermakna jangan mudah terheran-heran atau terperangah dengan berbagai hal atau peristiwa yang terjadi di sekitar kita. 

Kita perlu meneliti dulu, adakah kepentingan atau manfaat atas suatu hal atau kejadian sehingga kita harus menyisihkan waktu berharga kita untuk menelusuri atau bahkan mendalaminya?

Memang salah satu ciri orang kreatif adalah adanya rasa ingin tahu yang tinggi. Bagi si kreatif, keinginan untuk mengetahui segala sesuatu yang terjadi di sekelilingnya bisa menjelma menjadi sebuah rasa penasaran yang mendalam.

Namun perlu juga dipilah-pilah, obyek yang membikin penasaran itu sesuatu yang penting atau tidak. Apakah obyek itu berpotensi untuk mendatangkan manfaat atau hikmah bagi kehidupan kita atau hanya sensasi yang kalau kita ikuti banyak membuang-buang waktu saja.

Berlakunya Hukum Pasar 
Hukum pasar kuno masih tetap berlaku. Tingginya permintaan akan mendatangkan banyak penawaran. Ketika banyak orang mencari berita-berita aneh, maka akan bermunculan warta-warta ajaib mengitari kita. Demikian pula, saat orang merindukan kenyinyiran, secepat kereta ekspres para nyinyir datang.

Apakah kita akan selalu menjadi pelanggan loyal terhadap produk-produk tak berguna hanya karena memperturutkan hawa nafsu kita? Yang selanjutnya akan semakin membesarkan "bisnis asal disambut pasar" yang tak meninggalkan bekas manfaat kecuali sensasi sesaat? Tentu semua tergantung sepenuhnya kepada pilihan kita.

Tapi omong-omong, saya juga kecipratan sebuah gagasan dari kasus buah salak Nia. Atas "jasa" Nia, hari ini saya berhasil menayangkan sebuah tulisan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun