Karena si Eman tak kunjung keluar dari kamar mandi, kembali Binsar melayangkan ujarannya, "Cepat, cepat! Aku sudah ditunggu kawan ini. Hari ini aku tak ada kereta untuk kuliah!"
Hah, tak ada kereta katanya.
"Lho, mau kuliah ke mana to, Mas?!" Kali ini Yanto nimbrung pembicaraan.
Pertanyaan Yanto membuat Binsar semakin gusar. "Apa kau pikir selama ini aku kuliah di bawah jembatan?!"
"Bukan begitu, Mas. Tadi kan sampeyan bilang ndak ada kereta hari ini untuk kuliah. Memangnya kuliahnya jauh ke luar kota?"
"Bah, tak kaulihat kah setiap hari aku pergi kuliah ke kampus naik kereta? Ada apa kau ini?!"
Usai capek debat kusir, barulah "misteri kereta" terkuak. Ternyata, dalam komunikasi di daerah Sumatra Utara sana, mereka menyebut sepeda motor dengan istilah kereta. Oh, pantas saja. Harap maklum, waktu itu tempat main kami kurang jauh.
Untung kami belum sempat menanyakan di sebelah mana letak stasiunnya. Lagipula, tak pernah saya lihat ada rel menuju kampus.
Pergi ke Pajak Setiap Hari Â
Cerita yang akan saya sampaikan berikutnya masih belum lepas dari keterkaitan dengan dialek orang daerah Sumatra bagian utara. Namun periodenya telah jauh melompat ke masa kerja, bukan lagi di zaman mahasiswa. Saya memperoleh bahan guyonan ini kala berdinas di salah satu kota di ujung utara pulau Sumatra beberapa tahun silam.
Suatu ketika seorang teman kantor mengelak ketika kami mengajaknya mengadakan suatu acara di Minggu pagi. Zulkarnain, teman kami yang biasa kami panggil Pak Zul itu mengemukakan alasannya.