Kira-kira seminggu yang lalu, saya menulis sebuah kisah hikmah Idul Fitri di sini. Ternyata kisah tersebut berlanjut dan saya mendapatkan satu lagi hikmah yang lain. Bencana kecelakaan kecil yang terjadi saat itu, yang sebelumnya saya kira bakal menjadi satu persoalan, dalam kenyataannya malah berdampak sangat positif.
Begini cerita singkat kisah dalam tulisan yang lalu. Saat perjalanan silaturahmi, mobil saya menabrak mobil lain dan menyebabkan kerusakan pada bagian belakang mobil yang tertabrak. Saya sempat mencemaskan bahwa kejadian ini bakal berbuntut panjang, menyita waktu, tenaga dan biaya.
Namun yang terjadi, suami istri pemilik mobil yang tertabrak menyampaikan bentuk penyelesaian yang melegakan saya. Dengan ramah, mereka menyatakan bahwa masalah biaya perbaikan mobil bisa dibahas lain waktu. Mereka hanya minta nomor telepon seluler saya.
Peristiwa itu memberi satu hikmah bagi saya. Sikap ramah, mudah memaafkan dan berprasangka baik terhadap orang lain mendatangkan kenyamanan dan kebahagiaan. Orang lain pun menjadi respek.
Saya yang Bersalah, Orang Lain Meminta Maaf
Setelah lewat seminggu sejak kejadian kecelakaan itu, saya belum menerima kabar terkait perbaikan mobil yang tidak sengaja saya tabrak itu. Dalam diri saya pun timbul perasaan tidak enak hati dan juga sedikit rasa cemas akan besarnya biaya perbaikan mobil yang belum pasti.
Untuk mengurangi perasaan-perasaan negatif tersebut, suatu pagi saya mencoba menyapa suami istri itu melalui nomor telepon yang mereka berikan kepada saya pasca kecelakaan tempo hari. Lantas, saya menanyakan perihal perbaikan mobil dan jumlah biaya yang harus saya bayar.
Karena tidak langsung mendapatkan respon, saya tinggalkan komunikasi dengan mereka dan melakukan kegiatan lain. Siang harinya, saya baru mendapatkan tanggapan. Kalimat pertama yang disampaikannya melalui whattsap cukup membuat saya terkejut.
Bukan hanya tidak marah, mereka justru meminta maaf kepada saya. Lha, bukannya saya yang bersalah, kok justru mereka yang minta maaf. Rasa tidak enak hati saya semakin menjadi-jadi.
Bukan Tagihan yang Datang, Tetapi Persaudaraan
Setelah membaca kalimat berikutnya, saya baru memahami maksud permintaan maaf mereka. Dalam ucapan selanjutnya, mereka menjelaskan bahwa mobil yang rusak telah dibereskan sendiri dan tidak perlu dibawa ke bengkel untuk diperbaiki. Dan yang lebih menenteramkan hati saya, perbaikan itu tidak memerlukan biaya. Rupanya bumper yang awalnya kami duga rusak, ternyata hanya lepas bautnya.
Mendapati kenyataan yang menyenangkan itu, saya segera menyampaikan ucapan terima kasih atas keramahan dan kebaikan mereka. Saya pun kembali meminta maaf atas keteledoran saya yang menyebabkan kerepotan bagi mereka.
Belum usai cerita hingga di sini. Suami istri itu, yang diwakili oleh sang istri, kembali memberikan kejutan yang membahagiakan. Dengan bahasa yang sangat halus, ia memberikan alamat kediaman mereka dan menawarkan kepada kami untuk singgah ke sana suatu saat nanti. Sungguh, sebuah tawaran persaudaraan yang sangat simpatik. Tentu saja semakin tinggi saya menaruh hormat kepada mereka.
Kita tahu bahwa saat ini kita hidup di tengah rimba caci maki dan berbagai ungkapan kebencian yang meruak di dunia nyata dan terutama di dunia maya. Namun di antara kita masih tersisa orang-orang berhati baik, bertutur kata santun dan menyejukkan, mudah memaafkan dan berprasangka baik terhadap orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H