Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perlukah Orangtua Merazia Buku Anak-anak?

19 Mei 2019   14:52 Diperbarui: 21 Mei 2019   10:29 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak perempuan saya seorang kutu buku. Usianya kini lima belas tahun. Ia menggemari buku sejak balita. Koleksi bukunya kini lumayan banyak.

Kegemarannya membaca buku tentu menggembirakan saya. Namun, prinsip kehati-hatian tetap harus dijaga. Sebab itu adalah salah satu bentuk tanggung jawab orangtua.

Sebagaimana banyaknya manfaat yang bisa dipetik dari kegiatan membaca, tak sedikit pula potensi bahayanya. Dalam rangka menerapkan kewaspadaan, adakalanya terjadi perdebatan yang cukup menguras rasa saat harus memutuskan mana buku yang harus ditinggalkan dan mana yang boleh dibaca.

Saya mengingat sebuah peristiwa. Di toko buku kejadiannya. Saat itu saya bersama anak perempuan saya mencari-cari bahan bacaan di sana.

Setelah memilih-milih sekian lama, sekira dua jam seingat saya, ia telah menemukan beberapa buku yang diidamkannya. Sebelum memutuskan untuk membelinya, saya perlu memeriksa buku-buku itu, guna meyakini baik isinya. Selain tentu saja memastikan tidak terlalu mahal harganya.

Saya cukup terperanjat saat menerima empat jilid buku yang disodorkan anak saya. Ada dua hal yang membikin saya terkesima. Yang kedua tentang tema salah satu buku dan yang pertama pada sisi harga. Sesekali dibalik urutannya boleh, ya?

Saya yakin Anda bisa menebak, mengapa harga buku mencengangkan saya. Ya betul, harganya cukup jauh di atas perkiraan saya. Harga sebuah buku yang semula saya taksir berkisar 40 hingga 50 ribuan dengan mata uang kita, ternyata hampir dua kali lipat setelah saya lihat pada cetakan nominal yang tertera pada bagian belakang sampulnya.

Langsung deh terbayang dompet di saku celana. Berapa lembar duit yang harus keluar dari sana? Meskipun ingin mendukung anak yang gemar membaca, tetapi tetap saja harus mewaspadai jumlah kocek yang tersedia.

Untung saja wawasan saya terhadap dunia literasi tidak terlalu cetek. Sudah cukup paham saya, bagaimana sebuah buku bisa tercipta. Menyadari akan tidak mudahnya menerbitkan sebuah buku, saya pun mencoba berdamai dengan persoalan harga.

Meskipun demikian, bukan berarti saya langsung menggandeng anak saya menuju kasir untuk membayar empat buku yang dikehendakinya. Dalam hati saya berkata, nanti saya akan bernegosiasi dengan anak saya menyangkut jumlah buku yang bisa dibawa pulang sebagai miliknya. He he, tetap saja mencoba mengurangi jumlah uang yang harus berpindah kepemilikan dari tangan saya ke si empunya toko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun