Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mata Awam Memandang Kompasiana

8 November 2018   17:27 Diperbarui: 8 November 2018   17:53 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usia saya di Kompasiana baru setara dengan umur jagung muda. Jadi masih sangat awam dengan kedalamannya.

Saya baru mengetahui dan mengikuti sedikit saja dari sekian banyak program-programnya. Ibarat seekor anak itik nyemplung di tengah samudra.

Maka, saya pun tahu diri untuk tidak membahas jeroan Kompasiana. Saya hanya bisa mengungkapkan perasaan saya terhadap beberapa sajiannya.

Sejak mengawali kiprah di Kompasiana sekitar tujuh bulan silam, saya masih sebatas menulis, dan tentu juga membaca. Juga mencoba mengikuti beberapa kompetisi blog yang diselenggarakannya.

Namun untuk menghadiri satu pun kegiatan kumpul darat dan acara lainnya, saya masih berusaha.

Kompasiana Itu Serupa Hot Wheels Anak Saya

Beberapa tahun lalu, seorang anak saya, yang kala itu berusia balita, amat menyukai Hot Wheels koleksi barunya. Melihat minatnya pada mobil, saya menghadiahkan beberapa unit Hot Wheels kepadanya. Di antara mobil-mobilan itu, Hot Wheel dengan model firetruck berwarna oranye yang menjadi favoritnya.

Kompasiana bagi saya kini hampir serupa dengan 'si roda panas' bagi anak saya di masa balitanya. Keduanya sama-sama merupakan barang anyar yang memukau dan menimbulkan keinginan untuk sering-sering menyambangi dan menguliknya.

Seringkali di pagi buta, anak saya bangun tidur dengan mata yang masih seperempat terbuka, berjalan keluar dari kamarnya dengan gerakan sempoyongan nyaris menabrak dinding ataupun meja, langsung menujukan langkahnya ke rak penyimpanan mainan. Yang pertama dicarinya tentu saja Hot Wheels kesukaannya.

Ia sering melupakan ritual di pagi hari seperti buang air kecil, cuci muka dan gosok gigi sebelum melakukan aktivitas lainnya. Tiada lain, Hot Wheel oranye-lah biang keroknya.

Sedikit berbeda dengan saya. Meskipun keinginan untuk segera mencumbui Kompasiana cukup menggelora, namun sebagai orang dewasa, tentu saya harus melaksanakan dulu aktivitas-aktivitas dan ritual wajib yang harus saya tunaikan. Setelah segalanya beres, baru bisa membuka Kompasiana.

Sepulang sekolah di sebuah TK, bukannya teriak-teriak minta makan, anak saya malah kerap langsung menghambur ke rak mainan. Dengan baju dan celana seragam sekolah masih melekat di badannya, ia keburu asyik dengan mobil-mobil barunya.

Hampir semacam itu pula kelakuan saya. Adakalanya keinginan hati hendak segera memburu tulisan-tulisan di Kompasiana. Namun apa daya, lagi-lagi sebagai orang tua, saya mesti memberikan teladan yang baik bagi anak-anak. Maka saya pun harus menahan diri dan menunda bercengkerama dengan Kompasiana hingga waktu yang tepat tiba.

Pernah saya mendapati anak saya demikian gelisah saat tidak bisa menjalankan mobil mungilnya di jalur plastik yang telah disiapkannya. Ia mondar-mandir dengan mimik yang tak mengenakkan. Merengek-rengek kepada siapa pun yang dijumpainya untuk membantunya membetulkan mobil mainannya.

Saya pun pernah mengalami hal serupa terhadap Kompasiana. Ngevote susah, berkomentar pun tak bisa. Padahal banyak tulisan menarik dan inspiratif yang perlu diapresiasi dengan sebuah nilai dan kata-kata. Bila anak saya mondar-mandir disebabkan oleh kesulitannya, saya hanya duduk gelisah sembari mencoba-coba. Rupa kami saja yang sama-sama tak menyenangkan siapapun yang melihatnya.

Untung saja masalah roda macet si Hot Wheel andalan terselesaikan pada akhirnya. Sementara untuk masalah Kompasiana, para admin yang memandu saya. Seperti juga Hot Wheel yang bisa kembali melaju, masalah tidak bisa ngevote dan berkomentar pun kelar meskipun harus kontak sini kontak sana untuk waktu yang lumayan lama.

Tertipu Fatamorgana

Satu inisiatif Kompasiana yang membikin saya cukup penasaran adalah K-Rewards. Awal Oktober lalu, sempat membuncah harapan bahwa nama saya akan tercantum dalam daftar penerima reward  periode September 2018. Perasaan siapa yang tidak bangga bisa berjajar dengan akun-akun ternama?

Saya memang tidak membukukan banyak karya di bulan itu, kecuali empat artikel saja. Alhamdulillah, keempatnya memperoleh predikat 'artikel utama' dari para admin Kompasiana. Jumlah view yang tertera sesuai penglihatan saya hampir berlipat dua dibandingkan standar minimal yang harus tersedia.

Namun ternyata, angka di Kompasiana hanyalah fatamorgana. Senyatanya, bilangan yang saya dapatkan masih jauh di bawah yang tertampak mata. Jadi lain waktu, saya akan membagi angka itu menjadi tiga.

Sebaliknya di bulan Oktober, tayangan artikel saya amat minim. Ternyata, saya tidak dapat reward juga. Ya iya lah. Memang tak ada kinerja yang didapat semudah memalingkan muka. Saya harus meningkatkan jam terbang sebelum berharap macam-macam. Semoga saja saya bisa mengikuti jejak para Kompasianer senior yang telah memberi teladan.

Untuk hal yang terakhir akan saya sampaikan ini, saya belum menemukan padanan yang serupa dengan kasus Hot Wheel anak saya. Di Kompasiana, saya mendapati keramahan dan kerendahhatian para Kompasianer senior yang tak segan memberikan motivasi dan penghargaan dengan komentar-komentar mereka. Cukup banyak yang berbaik hati mencentang vote menarik, inspiratif dan yang  lainnya. Tak sedikit pula Kompasianer yang rela "mewakafkan" waktunya untuk menyemangati dengan beberapa kata atau kalimat di kolom komentar. Padahal, mereka sudah pada senior, lho.

Itulah saya, orang awam yang nekat berkomentar tentang Kompasiana yang sudah sepuluh tahun malang-melintang di dunia per-blogging-an Indonesia. Semoga saya pun bisa menapaki tahap-tahap hingga suatu saat nanti menjadi senior di Kompasiana, seperti juga para Kompasianer senior yang tak bisa saya sebutkan satu per satu namanya.

Semenjak anak beranjak meninggalkan masa balita, Hot Wheel kesukaannya tersuruk dalam gudang entah di sebelah mana. Ia berkumpul dengan boneka yang telah patah lengannya, gamewatch yang sangat kadaluwarsa dan benda-benda kumal lainnya.

Tentu saja saya tidak mengharapkan Kompasiana bernasib serupa dengan Hot Wheel anak saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun