Dalam masa mengakrabkan anak dengan buku, secara umum dikatakan bahwa tidak ada batas usia tertentu anak mulai diperkenalkan dengan buku. Lebih cepat orang tua mengenalkan buku kepada anak lebih baik. Tapi cara dan media yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan anak.
Fauzhil Adhim menekankan perlunya memilih buku yang bergizi untuk menjaga jiwa, hati dan pikiran anak agar tidak teracuni oleh buku-buku yang "kurang bertanggung jawab" dari sisi moral dan lain-lain. Dalam bahasannya, Fauzil juga memberikan contoh beberapa buku yang kelihatan baik temanya, namun ternyata ada beberapa "penyimpangan" di dalam isinya.
Sementara itu, "aturan" Leonhardt lebih longgar. Menurutnya, dalam tahap awal lebih penting menanamkan kesukaan membaca kepada anak-anak sehingga anak-anak perlu diberi kebebasan untuk memilih bukunya sendiri. Menurut Leonhardt, anak-anak punya 'sensor pribadi' dan kita hanya perlu memberikan kepercayaan kepada mereka.
Terkait media selain buku, Leonhardt juga lebih lunak dalam kebijakan menonton televisi misalnya. Ia berpendapat, selama anak masih mau membaca buku, maka menonton televisi bukanlah hal yang tabu. Hal sebaliknya dicontohkan Fauzhil Adhim. Saking "fobia"-nya terhadap televisi, ia telah meniadakan keberadaan benda itu di rumahnya.
Sementara itu, Jennings memberikan paparan yang cukup rinci dan detil terkait metode mendekatkan anak dengan buku. Salah satu tema yang menarik adalah ungkapannya bahwa membacakan buku untuk anak adalah hubungan cinta sepanjang hayat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H