Mohon tunggu...
Lilian Kiki Triwulan
Lilian Kiki Triwulan Mohon Tunggu... Penulis - Always be happy

La vie est une aventure

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tumanggal dan Cerita Pemintal Benang Antihan

27 Juni 2022   16:25 Diperbarui: 28 Juni 2022   05:00 1521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar mengantih dari Nini Sukiyah (90) di Desa Tumanggal/Foto: dok. pribadi

Ku singkap pintu dari bambu yang mulai lapuk terlapisi sisa-sisa kapuk. Sepetak bangunan berdinding potongan-potongan kayu berlapis seng. 

Bekas dapur yang sudah lama terbengkalai dengan tungku pembakaran yang masih tertinggal lunglai. Bangunan kecil itu dijadikan sebagai tempat untuk mengantih atau memintal kapuk menjadi benang secara tradisional.

Namanya Sukiyah atau akrab disapa Nini Suki oleh warga setempat. Dia seorang perempuan berusia lanjut dari Dusun Pagersari, Desa Tumanggal, Kecamatan Pengadegan. 

Usianya kini sudah 90 tahun, namun dirinya masih setia untuk mengantih pada sepetak bangunan yang dibuat khusus di balik rumahnya.

Nini Suki, satu dari ratusan warga Desa Tumanggal yang masih telaten mengantih menggunakan jantra atau alat pemintal benang. Ngantih menjadi kegiatannya sehari-hari yang dimulainya sedari pagi hingga sore hari.

Nini Sukiyah (90) sedang menyatukan kapuk dengan Benang Antih yang sudah terpintal/Foto: Lilian Kiki Triwulan
Nini Sukiyah (90) sedang menyatukan kapuk dengan Benang Antih yang sudah terpintal/Foto: Lilian Kiki Triwulan

Setiap harinya, Nini Suki memutar jantra yang dibuatkan khusus oleh cucunya untuk memudahkannya mengantih. 

Sembari duduk beralaskan potongan-potongan karung, Nini Suki mengayukankan tangan kanannya dengan sebilah kayu untuk memutar jantra. Tangan lainnya menggenggam kapuk dan sehelai benang yang sudah dipintalnya.

Kapuk sebagai bahan baku pembuatan benang antih didapatkannya dari Kepala Desa (Kades) Tumanggal, Surati yang juga generasi kedua benang antihan. Atau putranya yang langsung memasok kapuk ke rumah-rumah warga yang mengantih.

Dalam sehari, Nini Suki dapat menyelesaikan setengah kilo benang antih atau setara dengan dua gelung benang. Gulungan benang yang sudah selesai tidak langsung disetorkan namun menunggu Bu Kades atau putranya mengambilnya sekaligus memasok kembali kapuk untuk dipintal.

Nini Sukiyah (90) sedang memintal Benang Antih Tumanggal/Foto: Lilian Kiki Triwulan
Nini Sukiyah (90) sedang memintal Benang Antih Tumanggal/Foto: Lilian Kiki Triwulan

Setiap kali menyetorkan, Nini Suki bisa menyerahkan hingga lima kilogram gulungan benang. Satu kilogram benang antih dihargai Rp 23.000,-. Upah dari hasilnya mengantih kemudian disimpannya untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

"Ngantih ya buat kesibukan daripada gak ngapa-ngapain, nanti uangnya kan bisa buat jajan," begitu kata Nini Suki ketika ditanya kenapa masih tetap mengantih.

Selain Nini Suki, banyak juga warga paruh baya dan berusia lanjut yang sampai saat ini masih mengantih. Ketika berkunjung ke Desa Tumanggal kita akan banyak menjumpai halaman rumah warga yang sedang menjemur kapuk atau warga yang sedang asyik mengantih di teras rumahnya.

Nini Sukiyah (90) mengajari cara memintal Benang Antih Tumanggal/Foto: dok.pribadi
Nini Sukiyah (90) mengajari cara memintal Benang Antih Tumanggal/Foto: dok.pribadi

Mengantih biasanya dilakukan setelah mereka menyelesaikan pekerjaan rumah atau sepulang dari ladang. Karena sebagian dari mereka berprofesi sebagai buruh tani dan sambil mengisi waktu luangnya mereka memilih untuk mengantih.

Didampingi Babinsa Desa Tumanggal, Serma Heri Imam S., kami bercengkrama dengan Nini Suki. Tawanya begitu renyah, senyumnya merekah dan sambutnya sungguh ramah. Bahkan Nini Suki juga tidak segan mengajarkan ku bagaimana caranya mengantih.

Di luar dugaan, mengantih yang ku anggap mudah ternyata susahnya luar biasa. Dengan penuh kesabaran, Nini Suki mengarahkanku bagaimana cara memegang kapuk dan menyatukannya dengan benang yang sudah mulai terpintal. 

Tangannya yang tak selembut dahulu, memandu tangan ini untuk memutar jantra secara perlahan dengan sepotong kayu kecil miliknya.

Foto Bersama Nini Sukiyah (90) pemintal dari Desa Tumanggal dan Babinsa Desa Tumanggal, Serma Heri Imam S./Foto: dok. pribadi
Foto Bersama Nini Sukiyah (90) pemintal dari Desa Tumanggal dan Babinsa Desa Tumanggal, Serma Heri Imam S./Foto: dok. pribadi

Sampai pada akhirnya diri ini memilih untuk menyerah karena beberapa kali benang yang sudah terpintal lepas begitu saja. Nini Suki pun hanya bisa tertawa melihat kelakuanku. Kapuk yang ada digenggaman, langsung ku serahkan langsung ke Nini Suki untuk dilanjutkan sebelum jemari ini mengacaukannya.

60 tahun mengantih, tapi Nini Suki tak sedikitpun merasa letih. Tubuhnya yang mulai renta, garis keriput yang sudah menjalari raganya, tak membuatnya menyerah begitu saja. Waktu luangnya digunakan untuk sesuatu yang bernilai guna. 

Terima kasih sudah berbagai rasa dan mengembalikan semangat saya. Semoga kesehatan dan kebahagiaan senantiasa menyertai Nini Suki dan keluarga. (Lilian Kiki Triwulan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun