Buah Kepel, buah yang baru pertama kali terlihat dari pandangan mata dan membuat penasaran soal rasa. Pohonnya tinggi menjulang, daunnya rimbun, kalau usianya mungkin sudah puluhan tahun tertanam. Buahnya bergelantungan di batang dari bawah hingga ujung pohon.
Buah Kepel ini nampak di balik Pendopo Dipokusumo Kabupaten Purbalingga yang sukses membuat penasaran tingkat dewa.Â
Awalnya tak begitu penasaran karena dikira tanaman buah biasa. Tetapi setelah berbunga ternyata menambah rasa keingintahuan, karena muncul bunga-bunga di batang utama yang bergelantung manja.
Lama-kelamaan bunga itu berubah menjadi buah yang kecil-kecil. Setelah tak diperhatikan buah ini semakin membesar ukurannya seperti sawo dan nampak bulat.Â
Warna kulitnya coklat hampir mirip sawo tapi ini bukan sawo yang rasanya manis dan warnanya kecoklatan. Akhirnya bertanyalah kesana kemari mencari informasi tentang buah ini.
Tebakan awalnya Kopi Anjing tapi ternyata bukan karena tekstur buahnya yang berbeda. Lalu, ada petugas yang lewat, kesempatan untuk cari tahu dan dari petugas itu membuahkan jawaban yang memuaskan.Â
Namanya buah Kepel atau nama latinnya Stelechocarpus Burahol atau orang menyebutnya juga Burahol tapi nama ini kurang familiar dibanding dengan Kepel.
Buah ini masih sangat asing karena memang tidak pernah ditemui di supermarket, pasar tradisional maupun di toko-toko buah. Dari sinilah kemudian mulai pencarian di berbagai media tentang buah Kepel, khasiat dan informasi lainnya.
Benar saja, menurut Mbah Google, buah ini memang merupakan tanaman langka dan tidak banyak yang membudidayakan.Â
Buahnya ini disukai oleh putri-putri keraton dan banyak tumbuh di Daerah Istimewa Yogyakarta. Konon katanya barangsiapa mengkonsumsi buah Kepel maka aroma keringatnya akan wangi begitupun dengan air seninya baunya tidak terlalu tajam.
Di Purbalingga sendiri, Kepel ini baru saya jumpai tersembunyi di balik Pendopo Dipokusumo. Pohonnya tumbuh dengan subur, buahnya pun banyak menggerombol dari dasar batang hingga ujung, bahkan di ranting-ranting pun ada buah yang bergelantungan.Â
Kalau ditanya usia pohonnya mungkin sudah puluhan tahun ada di situ.
Mulai isenglah untuk memegang buah ini, ternyata cukup keras dan menunggu buah matang pun agak lama atau nunggu sampai buahnya jatuh sendiri ke tanah. Kalau kata orang-orang yang pernah coba, rasanya manis tapi kalau yang gak suka bisa buat eneg di perut.Â
Satu per satu buah kepel ini mulai berjatuhan. Petugas kebersihan pun mengumpulkan di piring lidi tahu kalau ada yang penasaran ingin tahu rasanya buah Kepel.Â
Diambilah buah Kepel itu, ternyata tidak sesuai ekspektasi. Buahnya memang cukup keras dan susah dikupas, ditekan pakai tangan seperti sawo pun gak bisa.
Lalu dibukalah menggunakan pisau, ternyata dibelah semacam alpukat karena bijinya cukup besar. Dan yang gak sesuai diharapkan lagi gak tahu bagian mana yang harus dimakan.Â
Usut punya usut, cara makannya memang unik, kalau kata orang-orang yang pernah mencoba, Kepel nya dilempar-lempar ke lantai dulu baru dibelah.Â
Usai dibelah ada daging buah yang menempel di biji, daging buahnya ini lunak seperti lendir warnanya jingga menyerupai sawo tapi teksturnya beda sama sawo. Dari aromanya seperti aroma agar-agar nutrijel rasa mangga dan setelah dicoba pun rasanya hampir sama seperti nutrijel mangga.Â
Entah karena baru setengah matang atau memang matangnya demikian, daging buah yang bisa dinikmati cuma sedikit sekali karena terlepas dari lendir buah ada serat buah yang rasanya sedikit pahit. Mungkin karena belum matang sempurna.
Selesai mencoba sudah gak ada rasa ingin makan lagi, sudah tuntas rasa penasaran akan buah langka ini. Di tempat kalian ada gak Buah Kepel ini??? Sekian. Salam hangat dari penulis Tanah Perwira ... (Lilian Kiki Triwulan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H