Pentas yang dijadwalkan pada pukul 20.00 harus diundur pada pukul 21.00 karena hujan yang begitu deras dan Misbar Purbalingga yang memang diguyur hujan besar. Mau tidak mau, siap dan tidak siap pementasan harus tetap berlangsung.
Panggung yang sudah dibersihkan dan dibuang airnya ternyata masih menyisahkan air yang menggenang karena kondisi hujan yang terus menerjang dan tak kunjung reda. Pentas pun dimulai, lampu panggung mulai berirama.
Volume suara pemain mau tidak mau harus dimaksimalkan meskipun ada mic yang terpasang dan terkena hujan. Genangan air di atas panggung ternyata membuat sensasi yang luar biasa dan menambah artistik dari sebuah pementasan serta sesuai dengan konsep yang diinginkan.
Dan panggung menjadi tempat mengeluarkan semua resah serta beban yang ada. Mengekspresikan semua tanpa ragu, panggung menjadi tempat berlabuh dan menumpahkan segala isi hati dengan cara yang unik.
Meskipun hujan yang tak kunjung mereda dan panggung yang terus terkena percikan hujan tapi tak menghalangi semangat para pemain 'Tapa Pendhem' untuk berkarya dan berekspresi. Pakaian yang akhirnya harus basah kuyub karena harus terguling menjadi saksi sebuah pementasan teater di tengah hujan.
Pentas teater ini tentunya menjadi pentas yang pertama kali dengan pengalaman yang luar biasa. Berekspresi di tengah hujan, menampilkan sebuah cerita rakyat dengan kemasan milenial untuk mengenalkan legenda yang tumbuh di Purbalingga kepada masyarakat luas. Terima kasih atas pengalaman yang luar bisa dan berproses bersama orang-orang hebat dari berbagai latar belakang. (Lilian Kiki Triwulan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H