Mereka yang membawa alat pancing sekaligus umpannya duduk di pinggiran danau. Terutama pada siang menjelang sore hari banyak orang yang menyempatkan waktu luangnya untuk memancing.
Bahkan anak-anak pun tidak mau kalah dengan orang dewasa, mereka pun ikut memasang pancing dan mencari tempat yang dianggapnya banyak ikan. Mereka dengan sabar menunggu, jika tak kunjung mendapat ikan mereka segera berpindah tempat dan mencoba peruntungan kembali.
Alat pancing yang digunakan pun beragam dari yang biasa dengan cacing sebagai umpan atau yang menggunakan kodok kecil palsu untuk mengelabui ikan. Panas terik tidak begitu dirasa bagi mereka, apalagi dengan pemandangan yang memukau.
Jika lelah mereka duduk di gazebo yang ada di bawah pohon waru yang rindang. Tanah lapang yang luas menjadi lalu lalang pemancing yang datang atau petani yang mencari rumput di ladang.
Dekat dengan Sungai Gintung
Si Dulang dekat dengan area persawahan dan Sungai Gintung yang tidak jauh dari danau. Kebun-kebun milik warga juga tumbuh dengan subur.
Ada saja warga yang pergi meladang memetik sayur atau hasil kebun lainnya untuk di bawa pulang. Jembatan bambu yang menghubungkan tanah lapang dengan area persawahan dibuat sekuat mungkin agar tidak membahayakan mereka yang menyebrang.
Si Dulang yang dulu menjadi wisata bagi keluarga, kebanggaan warga Tumanggal harus terbengkalai begitu saja. Jauhnya Si Dulang dari pusat kota dan minimnya promosi wisata menjadi tempat ini tidak begitu ramai dikenal orang.
Minim Promosi Wisata
Padahal, ketika wisata ini dikelola dengan baik dan dipromosikan melalui berbagai media tentu akan membuat orang tertarik untuk datang. Apalagi Si Dulang memiliki pesona alam yang mampu memikat orang yang datang.
Belum lagi ketika bisa menaiki bebek air atau getek (perahu bambu, red) mengayuh berkeliling danau pasti akan terasa lebih menyenangkan. Setelah puas berkeliling, tidak ada salahnya duduk santai di gazebo yang tersedia.