"Kamu yang sabar aja, sekarang kan gak boleh mudik kita rayakan seperti biasa ya," jawab ibunya sambil mengelus kepala Adi.
Selain sekolah, Adi selalu membantu ibunya membuat cucur untuk dijual di kantin sekolah. Selepas sekolah ia juga menjajakan kue cucurnya keliling kampung. Uang yang didapatkannya diberikan kepada ibunya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Setelah pemerintah menerapkan aturan belajar di rumah tak lantas dijadikannya untuk berdiam diri. Ia tetap berjualan kue cucur keliling kampung, kadang ia menemani ibunya ke kebun untuk mencari sayur yang bisa dijual atau untuk makan sehari-hari.
Meskipun kondisi ekonomi keluarganya sulit, Adi tetap bersyukur masih bisa hidup walaupun apa adanya. Tidak sedikit tetangga sekitar yang berbaik hati memberikan sembako atau makanan yang siap santap.
Saat lebaran pun, Adi tak pernah mengharapkan baju lebaran. Ia selalu menggunakan baju koko yang sama setiap tahunnya sampai benar-benar tidak muat di tubuhnya. Kadang ada orang yang berbaik hati memberikan pakaian yang masih layak pakai karena sudah tidak terpakai oleh anak-anak mereka. Adi tetap bersyukur meski itu bukan baju baru yang dibelinya di toko-toko baju.
Lima tahun sudah ia ditinggal pergi oleh ayahnya. Ada rasa rindu yang menyelimutinya, rindu ingin bertemu sosok ayahnya yang jauh di sana.
Namun, apa daya sekali lagi ia tak dapat berjumpa dengan ayahnya. Untuk menelepon ayahnya pun tak semudah orang lain yang bisa saling bertatap muka lewat telepon melalui panggilan video. Ia dan ibunya bahkan tak memiliki telepon genggam seperti itu.
Yang ia miliki hanya hp jadul yang hanya bisa untuk berkirim pesan dan telepon itupun sudah rusak dan pecah-pecah karena dibeli di tukang loak. Ayahnya kadang menelepon dengan menggunakan hp milik bosnya tapi tak lama karena takut pulsa yang digunakan langsung habis.
Malam takbiran itu, telepon berdering dari nomor yang biasa digunakan ayahnya untuk menelepon Adi dan ibunya. Namun, suara di seberang tidak terdengar begitu jelas. Ini kali kedua setelah awal ramadan ayah menelepon.
Tapi yang didengarnya rupanya bukan suara ayahnya melainkan suara bos dari ayahnya. Adi dan ibunya begitu antusias mendengarkannya sampai mereka harus rela keluar rumah untuk mendapatkan sinyal.
"Halo, benar ini dengan keluarga Pak Sukirno? Saya Dedi, bos tempat Pak Sukirno di Medan," kata seorang lelaki yang mengaku sebagai pimpinan ayahnya Adi.