Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Resilience, Apa Itu dan Mengapa Penting?

3 Maret 2022   06:00 Diperbarui: 3 Maret 2022   20:22 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humanity possesses a survival skill that makes it possible to recover from adversity. And thrive. (Seph Fontane Pennock)

"Jeng, itu tetangga gimana, apa masih ganggu terus?" tanya Silvi lewat WA, "Saya jadi kepo deh, pengen denger
hebohnya kaya apa."

Jalan 4 tahun saya menetap di satu cluster di daerah Tangerang. Entah ada masalah apa dengan tetangga di nomor 27, namun dari kamar mandi mereka selalu terdengar suara gedoran membahana yang cukup intens, bahkan teriakan-teriakan yang isinya 'aneh'.

Awalnya, saya pikir jika itu adalah kebiasaan buruk mereka saja. Tetapi makin lama kian ganggu, yang sifatnya lebih ke arah intimidasi, menganggu ibadah, pelecehan seksual, SARA dan pelanggaran privasi.

Padahal, ketika saya dan putri kecil baru menempati rumah ini, adik saya memperkenalkan kami kepada seorang bernama Lina di nomor 27 itu. Tetapi meskipun saya dan Lina sudah berkenalan, dari kamar mandi
mereka selalu ada saja suara gedoran keras.

Saya pernah sedikit ‘menyentil’ masalah ini dengan Lina, ketika kami bertemu di satu toko dekat cluster. Namun jawabannya mengelak, bahkan saya menangkap jika dia sedang membuat ‘tembok’ di antara kami.

“Masa sih rame?”, kata Lina, “Kita kan cuma bertiga.”

Padahal saat itu, selain Lina dan kedua anaknya, saya sering melihat ada seorang wanita lain yang mirip dengan Lina. Ketika saya konfirmasi, Lina mengatakan jika itu kakaknya.

Singkat cerita, gedoran dari tembok kamar mandi 27 membuat saya kesal dan teramat terganggu. Belum lagi kondisi ekonomi kami saat itu lumayan buruk, juga belum ada orang-orang yang saya kenal dekat di cluster ini. Dan hasilnya, pada suatu siang setelah makan siang, saya pingsan.

Hardships such as failure, illness, losing a loved one, dealing with financial problems, or medical emergencies impact the emotional wellbeing of every person. (Seph Fontane Pennock)

Setelah kejadian itu, saya mulai mengenal positive psychology. Dari dari email-email Seph Fontane Pennock, saya belajar untuk survive dari gedoran 27.

Dengan tipe kepribadian INFJ dan Highly Sensitive Person (HSP), saya termasuk orang yang cukup resilient (tangguh). Namun gangguan intens setiap hari dari pagi ke pagi lagi, bahkan di saat tidur pun dipaksa bangun dengan gedoran yang tidak wajar di jam 23:00 dan 2:00, bukan hal yang sepele.

Dari penjelasan Seph, saya coba melakukan self-healing, menyembuhkan mental saya dari kepahitan. Selain itu,
saya juga berusaha memahami tentang suatu kualitas untuk menghadapi stres dan masalah, yaitu resilience (ketangguhan).

Apa Itu Resilience?

Resilience means “bouncing back” from difficult experiences. (American Psychology Association)

Resilience is one of the most powerful survival skills we have as humans. (Seph Fontane Pennock)

Merriam Webster melansir jika kata resilience berasal dari bahasa Latin, resilio, yang artinya ‘memantul’ atau
‘elastis’.

Resilience adalah proses bagaimana seseorang mengumpulkan keping demi keping dirinya yang rusak akibat ‘tumbukan’ masalah*, dan kembali menjalani hidup.

-----

*trauma, tragedi, intimidasi atau stres berat (seperti: masalah keluarga, masalah relasi, masalah kesehatan, masalah pekerjaan, dan tekanan ekonomi)

-----

Mengapa Resilience Penting?

1.   Kualitas resilience membuat individu yang ‘rusak’ dapat tenang mengelola pikirannya setelah kejadian negatif. Dan motivasi untuk tetap tenang itu bangkit dari dirinya sendiri.

2.   Resilience mendorong seseorang membuka diri untuk menerima energi positif, menerima kelemahan, dan kekalahannya dari himpitan beban. Yang hasilnya, dia menjadi pribadi yang tegar.

3.   Resilience adalah suatu seni hidup. Sebagian dari kualitas ini pada diri seseorang bersifat permanen dan tidak berubah, selebihnya dapat dipelajari melalui latihan.

Elemen Resilience

Pada saat menghadapi masalah atau trigger, saya menemukan jika resilience dipengaruhi 5 elemen:

1. Fisik

Energi, kesehatan, dan vitalitas seseorang saat menghadapi masalah menentukan tingkat ketangguhan. Saat energi dan vitalitas tinggi, juga sehat, seseorang akan lebih tangguh menghadapi persoalan.

2. Mental

Fokus, percaya diri, kemampuan berpikir, dan kesadaran diri akan membuat seseorang tangguh.

3. Sosial

Hubungan dengan teman, keluarga, dan komunitas yang baik membuat seseorang tangguh.

4. Finansial

Kemiskinan membuat seseorang tidak tangguh saat menghadapi kesulitan.

5. Pekerjaan

Menganggur membuat seseorang tidak tangguh saat menghadapi problema.

Melatih Resilience

1. Berpikir Positif

Pikiran negatif: Masalah ini tidak akan berlalu.

Pikiran positif: Saya pernah mengalami yang lebih buruk, masalah ini pasti ada solusinya.

Pikiran adalah suatu energi. Dengan berpikir positif, artinya kita sedang menarik hal-hal positif.

2. Bersyukur

Bersyukur adalah tentang berhenti, lihat, dan ambil. Berhenti menggerutu, lihat peluang yang terbuka, dan ambil peluang yang sesuai dengan passion.

3. Sadar Diri

Cek 3 hal berikut ini:

A (Antecedent)
Apa yang menyebabkan masalah ini terjadi?

B (Behavior)
Bagaimana saya menanggapi masalah ini?

C (Consequence)
Apa akibat dari reaksi saya?

***

Berbagai tekanan hidup dapat membuat kita lupa dengan arti dan tujuan hidup. Namun, sifat resilient (tangguh) membuat kita mampu sembuh dari kekecewaan, dan mendorong untuk kembali menjalani hidup.

Setiap orang memiliki kualitas resilience (ketangguhan), sekalipun tingkatnya berbeda-beda. Dan kabar baiknya, kualitas ini dapat digali dan dilatih.

Saat menghadapi permasalahan, hal terbaik adalah lindungi diri dari kehancuran dengan berpikir positif,
bersyukur, dan sadar diri.

Arti dan tujuan hidup kita lebih berharga dari semua persoalan hidup.

***

Apakah Kompasioner memiliki kiat khusus saat menghadapi persoalan? Bagaimana Kompasioner melatih diri untuk tangguh menghadapi badai masalah?

Silahkan memberikan komentar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun