Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Mujizat dalam Bersyukur, Benarkah?

7 Juli 2020   15:20 Diperbarui: 7 Juli 2020   16:33 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi | Freepik.com

English Advanced Dictionary mendefinisikan 'bersyukur' sebagai perasaan terima kasih yang dalam dan penghargaan.

Menurut KBBI Daring, 'bersyukur' adalah berterima kasih atau mengucapkan syukur.

Bersyukur mempengaruhi mental dan fisik manusia. Mengekspresikan rasa syukur membuat seseorang lebih bahagia dan puas dengan hidupnya.

Bersyukur membuat seseorang terpisah dari pikiran-pikiran yang 'toxic'. Sehingga melatih otak untuk lebih terhubung dengan pengalaman bersyukur itu sendiri. Dan benar-benar menikmati ungkapan syukurnya.

Self-care dengan Cara Bersyukur

Masalah-masalah dalam hidup adalah tekanan untuk tubuh, jiwa, dan roh seseorang. Masalah yang bertumpuk-tumpuk, dari waktu ke waktu, akan mengerogoti tubuh, jiwa, dan roh.

Dengan kata lain, sekumpulan masalah adalah mesin pembunuh manusia. Itulah filosofi dari pepatah "Upah dosa adalah maut". Sebab saat menghadapi masalah, seseorang pasti melakukan kesalahan atau dosa.


Bagaimana lepas dari sengat maut? Salah satu caranya bersyukur.

Agar lebih jelas, saya akan mengubah 3 paragraf di atas dalam bentuk lain. Ini kisah yang saya alami.

Di perumahan yang ditempati saat ini, saya dan tetangga sebelah kanan rumah, kurang akrab. Dari sejak kami pindah, mereka tidak menerima dengan senang hati. Entah apa alasannya.

Ketika saya tawarkan untuk memberi les untuk anaknya yang SMP, mereka menolak. Penolakan itu biasa untuk saya. Sehingga saya pun berusaha mencari murid lain.

Singkat cerita, saya dan tetangga ini jadi jarang berkomunikasi. Sebab, saya kembali membantu seorang teman di toko bangunan. Dimana jam kerjanya 8:00 hingga 17:00 atau kadang hingga 18:00.

Dua bulan kemudian, saya pindah kerja ke bimbel. Saat saya bekerja di bimbel, mulai ada komunikasi dengan salah satu wanita di rumah sebelah itu. Bahkan wanita yang lain pun pernah menawari saya menumpang motornya. Namun saya menolak, sebab lebih senang pergi kerja sambil berolah raga.

Suatu saat, tembok kamar tidur yang tepat bersebelahan dengan kamar mandi mereka, digedor-gedor untuk waktu yang cukup lama. Sejak itu, mulailah teror aneh.

Padahal, jika saya berangkat kerja dan bertemu salah satu wanita di rumah sebelah itu, dia sopan. Kami saling sapa dan mengobrol sekedarnya. Alias basa basi.

Namun, setibanya di rumah, tembok kamar tidur saya tetap digedor-gedor. Ini hal yang aneh dan terjadi berulang-ulang. Bahkan gedoran itu terjadi setiap hari.

Walaupun bertemu di luar rumah, bahkan mengobrol, namun wanita ini tidak mengatakan apapun. Hanya dangkal bertanya ini dan itu, sambil lalu. Padahal saya menunggu dan memberi kesempatan jika dia ingin menyampaikan sesuatu.

Namun, hingga beberapa kali pertemuan, tak kunjung disampaikan apa harapannya. Jadi saya berpikir, memang itulah kebiasaan buruk tetangga ini.

Gambar 1.Window of Tolerance Infographic, diambil dari buku The Crisis Kit. Sumber: PositivePsychology.com
Gambar 1.Window of Tolerance Infographic, diambil dari buku The Crisis Kit. Sumber: PositivePsychology.com
Di bulan Februari 2020, saya tidak bekerja lagi di bimbel tersebut. Sementara itu, gunjingan Covid-19 semakin panas. Sambil berusaha mencari peluang kerja baru, saya dan putri kecil menghabiskan waktu kami di rumah.

Bulan Februari itu menjadi bulan terburuk. Gedoran di tembok semakin intens, dari jam 4:00 hingga jam 23:00. Bahkan anaknya yang laki-laki, selalu membuat suara-suara aneh.

Saat saya dan tetangga itu bertemu di luar rumah, dia tidak tampak merasa bersalah. Kami mengobrol dangkal seperti biasa. Namun sesampainya di rumah, mulai saya dengar teriakan-teriakan aneh dari rumahnya.

"A****g, ngapain lo nyuci. Gua enggak nyuci hari ini. Kalah dong gua."

"B*****t, ngapain lo buat soal. Gua kalah dong."

Teriakan-teriakan dari rumah sebelah selalu berhubungan dengan kegiatan yang saya lakukan. Seolah-olah mereka ingin membuat saya yakin, dengan gedoran dan teriakan-teriakan itu, jika mereka mengetahui seluruh kegiatan saya.

Apapun yang saya lakukan, untuk mereka salah. Saya tidur, membuat soal, menyibukkan diri membaca, menghubungi teman-teman, membersihkan rumah, mengajar anak, dan sebagainya, menurut tetangga sebelah kanan adalah hal yang salah. Alasannya karena dia kalah.

Bulan Februari benar-benar mimpi buruk. Mental saya benar-benar ditekan dengan gedoran dan teriakan-teriakan yang tidak jelas. Hingga akhirnya, salah satu wanita di sebelah itu menyebabkan saya hampir mati.

Setelah pulih dari pingsan, saya berusaha untuk tetap sadar. Sepanjang siang hingga malam saya berdoa dan berjuang untuk tetap hidup. Saya bersyukur, Tuhan masih memberikan kesempatan hidup. Kasihan putri kecil jika saat itu saya mati.

Setelah hari itu, saya benar-benar menjaga jarak dengan tetangga sebelah kanan. Keluarga mereka memang benar-benar aneh. Kesan yang saya tangkap adalah mengisolasi diri dari sekitar dan tidak pandai berkomunikasi.

Sebelum kejadian puncak di bulan Februari, saya beberapa kali terserang flu. Inilah tanda bahwa mental sedang terguncang. Imun tubuh berkurang. Padahal, makanan yang dikonsumsi adalah makanan sehat.

Setelah puncak kejadian, di akhir Februari, saya berusaha menyembuhkan diri. Bukan hanya menyembuhkan fisik, tapi juga menyembuhkan mental. Sebab saya adalah kepala rumah tangga. Saya harus kuat dan bangkit.

Memasuki Maret, saya tetap beberapa kali flu. Bahkan masih tidak dapat menerima perlakuan tetangga itu. Apalagi saya sama sekali tidak mengganggu mereka. Namun dari pagi hingga malam, tembok kamar tidur tetap digedor-gedor.

Bahkan beberapa kali wanita-wanita itu di luar rumah, saya pun keluar. Ingin memastikan, apa yang ingin mereka katakan. Namun mereka tidak mengatakan apapun. Bahkan kehadiran saya mulai tidak dipandang, sapaan pun tidak ada.

Saat itu saya mulai melakukan self-care. Caranya dengan mengakrabkan diri dengan Tuhan. Mencari Tuhan lewat FirmanNya. Mendengarkan lagu-lagu rohani.

Ternyata, cara saya efeknya kurang baik terhadap tetangga ini. Firman Tuhan malah jadi bahan hinaan mereka. Padahal mereka pun sama-sama Nasrani. Jadi saya memutuskan untuk berhenti self-care dengan cara itu.

Gambar 2. Example of Resilience Plan, diambil dari buku 3 Resilience Ecercises. Sumber: PositivePsychology.com
Gambar 2. Example of Resilience Plan, diambil dari buku 3 Resilience Ecercises. Sumber: PositivePsychology.com
Cara lain adalah tetap aktif membuat soal dan jawabannya. Kegiatan ini membuat pikiran saya tetap bekerja. Sehingga hal-hal negatif yang terlintas di pikiran berkurang. Pekerjaan rumah pun saya lakukan rutin. Disamping terus berolah raga dan bergerak.

Penyakit lambung mulai kambuh di bulan Maret, disamping flu juga. Seiring saya memaksakan diri terus berpikir. Hingga akhirnya saya memutuskan harus pergi berlibur.

Untuk menghindar dari tetangga yang terus menggedor tembok, kami pergi ke Sukabumi. Puji Tuhan, saat kami tiba di Sukabumi, tepat disana ada kegiatan-kegiatan rohani yang cukup padat. Sehingga kami banyak menghabiskan waktu di Rumah Tuhan.

Bertemu kawan-kawan lama, ini menjadi terapi yang ampuh. Bukan hanya kawan-kawan lama, ada juga teman-teman orang tua dan guru-guru Sekolah Minggu. Bahkan Bapak dan Ibu Gembala di gereja itu adalah teman masa remaja.

Sekembalinya dari Sukabumi, gedoran-gedoran di tembok tetap intens. Namun, hati saya mulai dapat menerima. Gedoran-gedoran itu mulai jadi hal yang biasa. Kebencian pun sudah tidak ada.

Seiring kemampuan menerima bertambah, kesehatan pun mulai membaik. Memasuki April, saya mulai menghabiskan waktu untuk survei-survei online, belajar online, dan kembali aktif menulis di Kompasiana.

Pekerjaan baru belum ada dan tabungan mulai habis. Ini jadi masalah baru di bulan April. Namun saat PSBB aktif, saya mendapatkan bantuan sembako dari tempat ibadah dan keluarga. Survei-survei online pun cepat menghasilkan poin yang dapat ditukar dengan voucher belanja.

Mulai ada jalan lain mendapatkan uang. Seorang teman SMA menawarkan memasarkan brownies. Lalu ada pekerjaan membuat SWOT.

Bulan Mei semua kebaikan tetap mengalir. Kesibukan yang tiba-tiba melonjak, membuat saya sedikit kewalahan. Namun ini membuat saya bahagia.

Ada harapan baru, ada keluarga, ada teman lama, ada teman-teman baru, ada uang, dan ada kegiatan. Semua itu adalah terapi yang ampuh. Sehingga Mei adalah bulan kemenangan bagi saya.

Memasuki Juni, bantuan-bantuan mulai hilang. Penjualan brownies pun dratis turun. Bahkan survei-survei pun mulai jarang dan ada hasil mengerjakan survei yang tidak dapat dinikmati. Keadaan inilah yang saya tulis seperti roller coaster.

***

Cara saya melalui tiap-tiap masa sukar di atas adalah dengan bersyukur. Ada bantuan atau tidak ada bantuan, saya selalu membiasakan diri bersyukur. Tidak membiarkan diri larut dalam kesedihan.

Disamping itu, materi-materi yang dikirimkan PositivePsychology.com amat membantu dalam proses penyembuhan. Hingga akhirnya, rasa syukur, puas, dan usaha itu berbuah. Menghasilkan suatu keadaan yang baik.

Sejak Juni hingga saat ini, saya tetap membiasakan diri bersyukur. Sekalipun keadaan belum juga membaik, namun tetap mencari cara agar keadaan semakin baik.

Bersyukur dapat diungkapkan dalam doa. Bisa juga ditanamkan dalam pikiran, sehingga memblokade pikiran negatif berkembang. Atau, bisa juga diekspresikan melalui tulisan.

Menuangkan rasa syukur dalam tulisan dapat mengalihkan perhatian. Walaupun keadaan yang sedang dialami pahit, namun dengan bersyukur, pikiran dialihkan pada hal-hal yang positif.

Bersambung... (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun