Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Mujizat dalam Bersyukur, Benarkah?

7 Juli 2020   15:20 Diperbarui: 7 Juli 2020   16:33 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi | Freepik.com

Teriakan-teriakan dari rumah sebelah selalu berhubungan dengan kegiatan yang saya lakukan. Seolah-olah mereka ingin membuat saya yakin, dengan gedoran dan teriakan-teriakan itu, jika mereka mengetahui seluruh kegiatan saya.

Apapun yang saya lakukan, untuk mereka salah. Saya tidur, membuat soal, menyibukkan diri membaca, menghubungi teman-teman, membersihkan rumah, mengajar anak, dan sebagainya, menurut tetangga sebelah kanan adalah hal yang salah. Alasannya karena dia kalah.

Bulan Februari benar-benar mimpi buruk. Mental saya benar-benar ditekan dengan gedoran dan teriakan-teriakan yang tidak jelas. Hingga akhirnya, salah satu wanita di sebelah itu menyebabkan saya hampir mati.

Setelah pulih dari pingsan, saya berusaha untuk tetap sadar. Sepanjang siang hingga malam saya berdoa dan berjuang untuk tetap hidup. Saya bersyukur, Tuhan masih memberikan kesempatan hidup. Kasihan putri kecil jika saat itu saya mati.

Setelah hari itu, saya benar-benar menjaga jarak dengan tetangga sebelah kanan. Keluarga mereka memang benar-benar aneh. Kesan yang saya tangkap adalah mengisolasi diri dari sekitar dan tidak pandai berkomunikasi.

Sebelum kejadian puncak di bulan Februari, saya beberapa kali terserang flu. Inilah tanda bahwa mental sedang terguncang. Imun tubuh berkurang. Padahal, makanan yang dikonsumsi adalah makanan sehat.


Setelah puncak kejadian, di akhir Februari, saya berusaha menyembuhkan diri. Bukan hanya menyembuhkan fisik, tapi juga menyembuhkan mental. Sebab saya adalah kepala rumah tangga. Saya harus kuat dan bangkit.

Memasuki Maret, saya tetap beberapa kali flu. Bahkan masih tidak dapat menerima perlakuan tetangga itu. Apalagi saya sama sekali tidak mengganggu mereka. Namun dari pagi hingga malam, tembok kamar tidur tetap digedor-gedor.

Bahkan beberapa kali wanita-wanita itu di luar rumah, saya pun keluar. Ingin memastikan, apa yang ingin mereka katakan. Namun mereka tidak mengatakan apapun. Bahkan kehadiran saya mulai tidak dipandang, sapaan pun tidak ada.

Saat itu saya mulai melakukan self-care. Caranya dengan mengakrabkan diri dengan Tuhan. Mencari Tuhan lewat FirmanNya. Mendengarkan lagu-lagu rohani.

Ternyata, cara saya efeknya kurang baik terhadap tetangga ini. Firman Tuhan malah jadi bahan hinaan mereka. Padahal mereka pun sama-sama Nasrani. Jadi saya memutuskan untuk berhenti self-care dengan cara itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun