Di negara-negara Nordik, anak-anak diberikan waktu yang lama untuk bermain. Sudah umum jika anak-anak mulai Sekolah Dasar umur 8 tahun.
Anak-anak menghabiskan masa kanak-kanaknya di rumah. Dengan sebagian besar waktunya dialokasikan untuk bermain dan membentuk keahlian sosial. Sama sekali tidak mempelajari apapun.
Ketika masuk sekolah, mereka pun tidak perlu melalui tes. Sehingga anak-anak akan belajar membaca, tulis, dan hitung setelah di sekolah. Selain itu, semua sekolah adalah Sekolah Negeri, sehingga semua anak yang mendaftar harus diterima.
David Figlio, seorang ekonom di Northwestern University mengatakan bahwa anak-anak usia 7 dan 8 tahun, prestasinya lebih baik.
Swedia, Finlandia, dan negara-negara Nordik lainnya, memiliki pencapaian akademik yang tinggi. Peringkat PISA negara-negara ini berada di puncak. Bahkan tingkat kesejahteraan anak-anak di sana pun tinggi.
Danish National Birth Cohort (DNBC) mengadakan pengukuran kesehatan mental anak-anak. Hasilnya, anak-anak yang mulai sekolah usia 7 tahun atau lebih, 73% menunjukkan sehat mental. Sementara anak-anak yang sekolah sejak dini, mereka gagal dalam uji hiperaktif dan uji fokus.
Sekolah sejak dini meningkatkan stres dan menimbulkan masalah-masalah kesehatan mental. Sebab anak-anak kehilangan pengalaman bermain dan adanya tuntutan untuk berprestasi.
Di tahun 2004, Departemen Pendidikan UK mengobservasi 3000 anak. Hasilnya, memperpanjang waktu bermain akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap proses belajar dan kesejahteraan.
Proses belajar dan motivasi belajar, justru timbul dari bermain. Ada hubungan antara bermain dan belajar.
Bermain adalah cara anak untuk mempelajari bahasa. Kegiatan bermain bersama anak, secara tidak langsung, sama dengan mengajarkan phonik dan keterampilan dasar literasi.
Menggerakkan badan dan membuat mainan adalah cara anak untuk belajar bersosialisasi. Mereka belajar untuk lebih sadar dan mengendalikan diri. Baik itu fisik, maupun mental mereka.