Saya hanya mengangguk dan komen kecil, "Ya, benar."
Smartphone yang saya gunakan, usianya baru 7 bulan. Itupun bukan baru, tapi pemberian orang. Jadi saya mengerti rasanya tidak ada gadget yang mendukung.
"Apalagi internet. Ini yang paling berat." Ujar dosen ini.
***
Beberapa kali saya mengikuti kursus online. Ada materi kursus yang hanya dalam bentuk slide. Siswa tidak perlu mengunduh materi pelajaran. Cukup mencatat atau screenshoot materi tersebut.
Namun, ada pula materi kursus berupa video dan pdf. Walaupun dapat mencatat, sayang jika tidak diunduh. Mengunduh materi sangat membantu. Apalagi jika sikon saat itu kurang nyaman untuk belajar.
Satu kursus online tentang Six Sigma, bahkan membutuhkan hampir 2 GB data. Materinya berupa video dan pdf. Bahkan ada beberapa soal online.
Saya jadi terpikir dengan pelajar atau mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa, rata-rata mempelajari 6 hingga 10 mata pelajaran tiap semester. Bayangkan, berapa banyak kuota internet yang mereka butuhkan?
Saya tidak kaget jika pelajar dan mahasiswa membutuhkan 20 - 30 GB per bulan. Jika dirupiahkan, kurang lebih Rp 150.000,00 hingga Rp 200.000,00 per bulan per orang.
Jika satu keluarga memiliki 2 anak, artinya mereka akan mengeluarkan biaya yang cukup tinggi. Atau ada kebutuhan untuk berlangganan internet agar lebih murah. Itupun harganya kisaran Rp 200.000,00 hingga Rp 300.000,00 dengan kecepatan pengunduhan antara 6 - 10 Mbps.
Angka itu cukup besar dan fantastis. Sekaligus menyadarkan saya tentang celah pemborosan. Sebab internet itu bagaikan candu, dia terus menuntut kuota lebih banyak. Sehingga perlu membatasi diri dan mengekang diri.