Sering saya meluangkan waktu untuk bermain bersama-sama. Menikmati kebersamaan, canda dan tawa, hingga kadang saling ngotot. Tapi satu hal yang pasti, saya semakin paham karakter dan caranya berpikir dengan bermain game bersama.
Anak dan Gawai
Umur 6 tahun, barulah putri kecil mulai mengenal smartphone. Itupun, satu gawai kami gunakan bersama-sama.
Setelah menyelesaikan belajar, barulah putri kecil mendapatkan reward. Diperbolehkan menonton film kartun di Youtube. Bahkan terkadang, dia harus menyelesaikan pekerjaan rumah ringan untuk dapat menonton. Misalnya menyapu, mengepel, menyiram tanaman, atau mencuci piring.
Awalnya, kebutuhan internet kami per bulan 10 GB. Lama-lama, meningkat drastis hingga 20 GB.Â
Di masa PSBB, saya coba membatasi biaya internet dengan menggunakan paket Xtra Kuota. Tersedia kuota hiburan yang cukup untuk putri kecil selama 1 bulan. Juga kuota data berlimpah untuk saya di jam 1 hingga 6 pagi.
Anak dan gawai tidak dapat dipisahkan. Menyeimbangankan antara kegiatan online dan aktivitas offline. Siasat itu yang saya gunakan agar kehidupan kami tetap sehat. Tetap wajar dalam menggunakan gawai sehari-hari.
Gawai bukan monster yang dapat menghancurkan anak-anak. Namun perlu ada aturan yang jelas ketika anak menggunakan gawai. Apa yang boleh dan apa saja yang tidak boleh.
Dari banyak kasus anak dan gawai. Akar permasalahannya adalah keteladanan orang tua, aturan yang plin-plan, keterlibatan orangtua terhadap aktifitas anak dan pengawasan.
Sejauh ini, saya menemukan begitu banyak hal positif dari gawai. Betapa gawai mempermudah dan membantu kehidupan kami.
Jika ada yang bertanya, apakah gawai itu penting? Maka saya akan menjawab sangat penting. Jika ada pertanyaan, apakah gawai untuk anak penting? Penting dan jadilah orang tua yang bijak. (*)
Referensi: