Mohon tunggu...
Lilia Farah
Lilia Farah Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Hobi saya membaca Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akhlak Tasawuf sebagai Panduan Etika dalam Pemilihan Umum

8 Desember 2024   20:33 Diperbarui: 8 Desember 2024   21:16 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu pilar penting dalam demokrasi. Melalui pemilu, rakyat diberi kesempatan untuk menentukan pemimpin yang akan membawa arah bangsa ke depan. Namun, realitas pemilu di Indonesia sering kali diwarnai dengan kecurangan, politik uang, kampanye hitam, dan berbagai praktik tidak etis lainnya. Akibatnya, pemilu yang seharusnya menjadi ajang untuk menegakkan keadilan justru menjadi sarana perebutan kekuasaan yang jauh dari nilai-nilai moral.

Pemilu di Indonesia mencerminkan kerumitan demokrasi dalam negara yang penuh dengan keberagaman. Dengan lebih dari 17.000 pulau, ratusan bahasa, dan beragam budaya, pelaksanaan pemilu menghadapi tantangan yang tidak hanya sebatas masalah teknis, tetapi juga menyangkut aspek etika dan moral. Dalam kondisi seperti ini, penerapan nilai-nilai akhlak tasawuf menjadi sangat relevan. Tasawuf memberikan pendekatan yang tidak hanya fokus pada pelaksanaan teknis pemilu yang adil, tetapi juga menekankan pentingnya membangun kesadaran spiritual bagi setiap individu yang terlibat dalam proses tersebut.

Salah satu persoalan besar yang kerap terjadi dalam pemilu di Indonesia adalah praktik politik uang. Banyak pemilih rela menjual suara mereka demi imbalan materi, tanpa memikirkan dampak jangka panjang dari pilihan tersebut. Di sisi lain, beberapa calon pemimpin sengaja menggunakan politik uang sebagai strategi untuk menarik dukungan masyarakat.

Dalam ajaran tasawuf, politik uang merupakan pelanggaran moral yang serius. Praktik ini mencerminkan sifat materialistis yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, seperti keikhlasan dan tanggung jawab. Tasawuf mengajarkan bahwa setiap tindakan, termasuk memilih dan memimpin, harus dilakukan dengan niat tulus untuk kebaikan bersama, bukan untuk kepentingan pribadi. Karena itu, upaya serius diperlukan untuk menghapus politik uang dari budaya pemilu. Salah satu caranya adalah dengan menanamkan nilai-nilai tasawuf melalui pendidikan politik yang berbasis moralitas.

Calon pemimpin memegang peranan penting dalam membentuk moral masyarakat selama pemilu. Ketika mereka menunjukkan sikap jujur, rendah hati, dan bertanggung jawab, masyarakat akan terdorong untuk mengikuti teladan tersebut. Sebaliknya, jika calon pemimpin terlibat dalam praktik buruk seperti kampanye hitam atau politik identitas, hal ini dapat memicu tumbuhnya budaya negatif dalam kehidupan politik. Tasawuf menekankan bahwa seorang pemimpin harus menjadi contoh akhlak mulia. Nabi Muhammad SAW, sebagai teladan utama dalam Islam, selalu menempatkan keadilan, dan kejujuran sebagai prinsip utama kepemimpinannya. Pemimpin yang mengedepankan sifat-sifat tersebut tidak hanya akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, tetapi juga mampu membawa perubahan positif yang berdampak luas.

Tasawuf mengajarkan bahwa pengawasan bukan hanya tugas administratif, tetapi juga tanggung jawab moral. Penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu, harus memastikan bahwa setiap tahapan pemilu berjalan secara transparan dan adil. Kampanye politik sering kali berfokus pada pencitraan atau hiburan semata, tanpa memberikan informasi yang mendidik kepada masyarakat. Dalam perspektif tasawuf, kampanye seharusnya menjadi media untuk menyampaikan visi, misi, dan nilai-nilai positif, serta membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya memilih pemimpin yang berintegritas. Segala bentuk kecurangan dalam pemilu harus ditindak tegas tanpa pandang bulu. Tasawuf menekankan pentingnya keadilan, dan ini harus tercermin dalam sistem hukum yang melindungi proses demokrasi. Pemilu yang dijalankan dengan berlandaskan etika tidak hanya berpengaruh pada kualitas pemimpin yang terpilih, tetapi juga pada stabilitas sosial secara keseluruhan. Konflik yang sering muncul selama dan setelah pemilu, seperti kerusuhan atau perpecahan masyarakat, sering kali disebabkan oleh kurangnya kepercayaan pada sistem pemilu.

Tasawuf menawarkan paradigma baru dalam politik, yaitu politik yang berorientasi pada nilai-nilai spiritual. Dalam paradigma ini, politik tidak lagi dipandang sebagai sarana untuk mengejar kekuasaan, tetapi sebagai alat untuk melayani masyarakat. Dengan orientasi seperti ini, tasawuf tidak hanya relevan bagi umat Islam, tetapi juga dapat diterapkan oleh siapa saja yang ingin membawa perubahan positif dalam budaya politik.

Selain itu, akhlak tasawuf mengajarkan bahwa memilih dan memimpin adalah amanah besar yang harus dijalankan dengan niat ikhlas. Setiap tindakan yang dilakukan dalam proses pemilu, mulai dari kampanye hingga pencoblosan, harus didasarkan pada nilai-nilai moral yang membawa manfaat bagi masyarakat luas. Pemilu sering kali dipandang semata-mata sebagai proses politik. Namun, dari perspektif tasawuf, pemilu juga merupakan ibadah sosial. Dalam tasawuf, setiap tindakan manusia akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, termasuk dalam memilih pemimpin.

Akhlak tasawuf sangat menekankan kejujuran dan integritas dalam setiap tindakan. Dalam konteks pemilihan umum, prinsip ini sangat penting untuk memastikan bahwa semua calon dan penyelenggara pemilu bersikap transparan serta tidak terlibat dalam praktik korupsi atau manipulasi. Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa jurnal yang membahas penerapan nilai-nilai tasawuf dalam dunia politik, seorang politisi yang menjunjung tinggi akhlak tasawuf akan menghindari tindakan yang manipulatif dan otoriter, serta akan bertanggung jawab kepada masyarakat(Suhaeni 2020).

Agar nilai-nilai tasawuf dapat benar-benar diterapkan dalam pemilu, ada beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan yaitu dengan masyarakat perlu diberikan pemahaman bahwa memilih adalah bagian dari tanggung jawab moral dan sosial. Pemilih harus dididik untuk memilih berdasarkan akhlak dan kompetensi calon, bukan berdasarkan popularitas atau politik uang. Calon pemimpin harus memastikan bahwa kampanye mereka berjalan dengan jujur dan beretika. Mereka tidak boleh menggunakan cara-cara seperti menyebarkan fitnah, hoaks, atau politik identitas yang memecah belah masyarakat. Lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu harus bekerja dengan integritas tinggi. Proses pemilu harus diawasi secara transparan untuk memastikan bahwa tidak ada kecurangan yang terjadi.

Akhlak tasawuf adalah solusi yang sangat relevan untuk mengatasi berbagai persoalan etika dalam pemilu. Dengan menerapkan nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, tanggung jawab, kerendahan hati, dan kasih sayang, pemilu dapat berjalan lebih bermartabat dan bermakna.

Penerapan tasawuf dalam pemilu bukan hanya akan meningkatkan kualitas proses demokrasi, tetapi juga akan membangun karakter bangsa yang lebih baik. Melalui pendidikan politik berbasis moralitas, kampanye yang etis, dan pengawasan yang transparan, kita dapat menciptakan budaya politik yang sehat dan harmonis. Pada akhirnya, pemilu yang berlandaskan akhlak tasawuf bukan sekadar memilih pemimpin, tetapi juga membangun bangsa yang bermartabat, adil, dan sejahtera. Dengan menjadikan tasawuf sebagai panduan, kita dapat melangkah menuju kehidupan demokrasi yang lebih bermoral dan berkeadilan.

Pemilu adalah momen penting untuk menentukan arah bangsa, tetapi juga merupakan ujian moral bagi masyarakat. Dengan menjadikan akhlak tasawuf sebagai panduan, pemilu dapat menjadi lebih dari sekadar proses politik; ia dapat menjadi sarana untuk memperkuat moralitas, integritas, dan spiritualitas bangsa. Prinsip-prinsip seperti kejujuran, keadilan, tanggung jawab, kerendahan hati, dan kasih sayang harus menjadi landasan bagi semua pihak yang terlibat dalam pemilu. Jika nilai-nilai ini diterapkan, kita tidak hanya akan mendapatkan pemimpin yang berkualitas, tetapi juga membangun bangsa yang bermartabat. Dengan akhlak tasawuf sebagai pedoman, pemilu dapat menjadi langkah nyata menuju kehidupan berbangsa yang lebih harmonis dan bermoral. Ini adalah upaya penting untuk memastikan bahwa demokrasi berjalan dengan cara yang benar-benar membawa manfaat bagi semua pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Suhaeni, Eni. 2020. "Implementasi Nilai-Nilai Tasawuf Dalam Politik Perspektif Sosiologi." Rausyan Fikr: Jurnal Pemikiran dan Pencerahan 16(1): 108--18. doi:10.31000/rf.v16i1.2463.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun