Mohon tunggu...
Nur Kholillah
Nur Kholillah Mohon Tunggu... Lainnya - Writer

Jika memang harus, patah dan hancurlah! lalu hiduplah kembali dan mencoba lagi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sisi Ayah yang Tersembunyi

22 November 2024   09:37 Diperbarui: 22 November 2024   10:01 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ayah dan putrinya (sumber: pinterest.com/Freepik)

Ia menatap bayi perempuan dengan mata berkaca. Wajah cantik dengan hidung mungil. Jemari yang seperti akan patah jika digenggam. Mata yang tercipta seperti matanya. Ia, adalah ayah yang paling bahagia kala itu.

Dengan rasa takut melukai, ia menggendong sang bayi. Tersenyum lepas seolah-olah mendapatkan sebuah harta karun. Penantian terpanjangnya sudah selesai. Ia akan menjadikan sang bayi sebagai seorang tuan putri. Lalu memberikannya nama sempurna yang sudah ia siapkan beberapa tahun sebelumnya.

Ia mulai merawat sang bayi. Menggendongnya setiap waktu sambil berjalan-jalan. Memberikan perawatan terbaik yang dengan susah payah ia usahakan. Hingga sang bayi sudah bisa berjalan sendiri, ia tetap menggendongnya seolah-olah putrinya baru lahir kemarin.

Kini bayi itu sudah menjadi tuan putri. Ia membelikan mainan hingga tidak bisa ditampung di dalam rumah. Sepulang kerja, hal pertama yang ia lakukan adalah menyapa putrinya, dan menanyakan apa keinginannya hari itu. Lalu tring, semua terwujud.

Ia membelikan semua apa yang ditunjuk sang tuan putri, tanpa melewatkan satu barang pun, dan tanpa memikirkan keadaannya. Bahkan, ia akan memasak jika sang putri menginginkan masakannya. Ia benar-benar menepati untuk menjadikan bayinya seperti seorang tuan putri.

Bertahun-tahun, ia memberikan fasilitas terbaik. Semua keinginan sang putri langsung terwujud meski harus menghabiskan seluruh hartanya. Tetapi waktu berlalu terlalu cepat. Hingga ia lupa, bahwa sang putri sudah menjadi seorang gadis. Ia bahkan hanya mengingat usia putrinya masih sepuluh tahun.

Tidak terasa, tuan putrinya akan segera menikah. Ia kalut bukan main. Beberapa malam berlalu hanya untuk berpikir. Apakah lelaki itu akan mencintai tuan putrinya sebesar cintanya?. Apakah lelaki itu bisa menjadikannya seorang tuan putri seperti yang telah ia lakukan?.

Dan apakah lelaki itu bisa membahagiakan tuan putrinya?

Hari pernikahan tiba. Ia berusaha keras untuk menahan seluruh air matanya. bahkan saat menyerahkan sang tuan putri, ia nyaris tidak bisa melepaskan tangan putrinya. Ia sangat takut, dan sangat sedih. Terlalu banyak kata' bagaimana' di kepalanya.

Hari berlalu terasa sangat lambat. Ia selalu menatap pintu. Berharap putrinya datang dengan wajah bahagia. Ia terlalu takut untuk bertanya. Ia hanya mengamati dan menunggu. Tetapi, putrinya benar-benar datang dengan wajah bahagia. Kekhawatirannya berangsur reda.

"putriku sudah bahagia." Pikirnya

Ia mulai menjalani hari-hari tenang. Tanpa rasa sedih dan kekhawatiran. Meski  selalu rindu, ia hanya cukup membuka album usang untuk selalu tersenyum. Dan selalu bergumam "Putriku sudah bahagia."

Namun rasanya hanya sekejap. Suatu malam putrinya datang sambil menangis. Dengan keadaan kulit lebam keunguan. Ia memeluk sang putri dengan tangisan keras. Siapa yang berani melukai tuan putrinya. Siapa yang berani membuat tuan putrinya menangis, di saat ia sangat berhati-hati menggendong bayi kecilnya karena takut melukai. Siapa yang berani membuatnya sekurus itu. Di saat ia mewujudkan semua yang ditunjuk tuan putrinya.

Hatinya hancur. Ia memberikan nama sempurna agar putrinya selalu bahagia dan dicintai. Tetapi yang ia lihat malah sebaliknya. Lalu ia mulai menyalahkan dirinya sendiri. Mengapa ia berikan putrinya kepada orang lain? Mengapa ia melepaskan tangan putrinya kala itu? Dosa apa yang membuat tuan putrinya menderita?

Tidak semua ayah seperti itu. Tetapi jika anak perempuannya dibuat menangis dan lebam, ayah mana yang tidak akan hancur hatinya. Mereka hanya pemalu, yang sulit mengekspresikan perasaannya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun