Ia menatap bayi perempuan dengan mata berkaca. Wajah cantik dengan hidung mungil. Jemari yang seperti akan patah jika digenggam. Mata yang tercipta seperti matanya. Ia, adalah ayah yang paling bahagia kala itu.
Dengan rasa takut melukai, ia menggendong sang bayi. Tersenyum lepas seolah-olah mendapatkan sebuah harta karun. Penantian terpanjangnya sudah selesai. Ia akan menjadikan sang bayi sebagai seorang tuan putri. Lalu memberikannya nama sempurna yang sudah ia siapkan beberapa tahun sebelumnya.
Ia mulai merawat sang bayi. Menggendongnya setiap waktu sambil berjalan-jalan. Memberikan perawatan terbaik yang dengan susah payah ia usahakan. Hingga sang bayi sudah bisa berjalan sendiri, ia tetap menggendongnya seolah-olah putrinya baru lahir kemarin.
Kini bayi itu sudah menjadi tuan putri. Ia membelikan mainan hingga tidak bisa ditampung di dalam rumah. Sepulang kerja, hal pertama yang ia lakukan adalah menyapa putrinya, dan menanyakan apa keinginannya hari itu. Lalu tring, semua terwujud.
Ia membelikan semua apa yang ditunjuk sang tuan putri, tanpa melewatkan satu barang pun, dan tanpa memikirkan keadaannya. Bahkan, ia akan memasak jika sang putri menginginkan masakannya. Ia benar-benar menepati untuk menjadikan bayinya seperti seorang tuan putri.
Bertahun-tahun, ia memberikan fasilitas terbaik. Semua keinginan sang putri langsung terwujud meski harus menghabiskan seluruh hartanya. Tetapi waktu berlalu terlalu cepat. Hingga ia lupa, bahwa sang putri sudah menjadi seorang gadis. Ia bahkan hanya mengingat usia putrinya masih sepuluh tahun.
Tidak terasa, tuan putrinya akan segera menikah. Ia kalut bukan main. Beberapa malam berlalu hanya untuk berpikir. Apakah lelaki itu akan mencintai tuan putrinya sebesar cintanya?. Apakah lelaki itu bisa menjadikannya seorang tuan putri seperti yang telah ia lakukan?.
Dan apakah lelaki itu bisa membahagiakan tuan putrinya?
Hari pernikahan tiba. Ia berusaha keras untuk menahan seluruh air matanya. bahkan saat menyerahkan sang tuan putri, ia nyaris tidak bisa melepaskan tangan putrinya. Ia sangat takut, dan sangat sedih. Terlalu banyak kata' bagaimana' di kepalanya.
Hari berlalu terasa sangat lambat. Ia selalu menatap pintu. Berharap putrinya datang dengan wajah bahagia. Ia terlalu takut untuk bertanya. Ia hanya mengamati dan menunggu. Tetapi, putrinya benar-benar datang dengan wajah bahagia. Kekhawatirannya berangsur reda.