Tawa bahak itu melenguh lengking
Mengendap-endap kendali tiap sorot tatap
Mengoyak gigih pekuan bulir peluh
Kala aku...
Layak bayi merpati hendak mengepak landas
Para pencaci itu tertawa puas
Meleceh aku, sudah terhempas, tersungkur, terjungkal
Terseok mengais asa di jantung Merapi
Masih saja bertekad menggubah sepasang sayap
Jangan bermimpi, pekik mereka
Alas kaki tak pernah singgahi kepala raja
Dan lagi-lagi...
Lidah rawit itu mencetus pucuk tahta simpati
Mengontaminasi para pemilik hati
Tuk menilai dengan mata terpejam dan telinga terkatup
Menyisiri secercah kepercayaan
Bahwa aku...
Sampai langit bosan menarik ulur siang malam
Hanya akan tetap berupa udara kosong
Biar saja...
Mereka hanya buta pada tekad dibalik kelam
Nanti, sebelum helaan napas melegenda
'kan ku angkuhkan pijakanku disana
Melampaui kursi para pandawa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H