Ketukan keras di meja, bagai jam Big Ben di London yang berdentang keras di telingaku. Sang kaisarlah yang paling patut menentukan kerajaannya.
"Begini, pak Tim,"jelasku terbata-bata. Aku ingin menyatakan niatku untuk pulang tepat waktu. Bagaimana jika diteruskan besok saja pak, batinku. Kalimat-kalimat manis nan santun sudah kupersiapkan untuk menyatakan keinginanku itu. Aku berkali-kali meneguk ludah. Glek, glek...
Matanya sedikit membelalak padaku. Ah, spesies macam aku bakal cepat punah jika ia sering-sering begini.
"Lila, saya perintahkan engkau selesaikan dulu tugas ini. Mengerti? Jika itu yang dinamakan lembur, terserah. Kerjakan," tandasnya, tak bisa ditawar.
Aku terdiam tanpa daya. Cari pekerjaan baru itu tidak semudah membalik telapak tangan, kawan.
"Biar tidak tegang, tertawalah Lila, seperti sunrise, karena ini ada 'something' untukmu.."ucapnya sambil meletakkan sesuatu di mejaku.
Aku tertegun sejenak. Ada lima lembar voucher belanja yang bisa digunakan di beberapa super market terkenal. Sekali lagi, aku terpana.
Kuambil dan kupandangi pak Tim, tak kuasa menentang sang kaisar nan royal , dengan segala kesaktian dompetnya.
"Terima kasih, pak," kataku perlahan.
Pak Tim membalikkan badannya, menenteng tasnya, dan menuju lift. Ia pulang, menyudahi tugasnya hari itu dengan mudahnya.
Ah, Kaisar angkuh nan royal.