Tapi bagaimana pun juga, ambisi nyata partai komunis Cina dari awal tidak pernah berubah:Â "Menyesuaikan dunia agar bisa tetap berkuasa selamanya." Bukan bangsa Cina, tapi kepentingan partai yang harus diutamakan. Untuk mencapai visi itu, liberalisme dan reformasi modal asing adalah hal tabu.
Di tahun 2030, Cina berencana secara ekonomi lebih berkuasa daripada USA, di tahun 2049 Cina ingin menjadi pemimpin dunia dan Cina berani bayar untuk itu. Apa artinya secara kongkret?
"Beijing ingin meluaskan kebijaksanaan otoriternya sehingga sebagian besar populasi dunia akan menerima model ala Cina", kata analis Nadige Roland. Untuk mengontrol negaranya sendiri, partai harus menjaga hubungan asimetris dengan dunia lain. Diplomat Cina harus ber-propaganda di medsos, tapi internet mereka sendiri tidak boleh dapat diakses oleh perusahaan atau opini barat/luar.Â
Xi mengirimkan banyak mahasiswa Cina ke universitas di luar negeri, tapi orang luar tidak boleh berselancar, berinovasi bebas di laboratorium Cina. Cina harus mengeksport semuanya ke seluruh dunia, tapi pasar dalam negeri harus dilindungi dari pengaruh luar, apapun bentuknya.
Artinya, hubungan politik/ekonomi timbal balik yang seimbang dengan pemerintah Cina harus dianalisa secermat mungkin.
Xi hanya tahu dari buku dan propaganda untuk melayani partai komunis Cina, dan di Cina hukum rimba masih berlaku. "Anda harus menang". Seorang pengusaha Cina yang se-generasi dengan Xi, pernah berkata "Generasi saya belajar dari revolusi budaya bahwa pemenang selalu mengambil segalanya, bertingkah laku-lah seperti srigala dan kamu selamat".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H