Mohon tunggu...
Likke Andriani
Likke Andriani Mohon Tunggu... Lainnya - Generalis dinamis dengan latar belakang tehnik kimia, senang membaca mencoba mulai menulis untuk keseimbangan. Hobi: backpacking, naik gunung, jalan kaki, snorkeling dan kuliner.

"Jobs fill your pocket, but adventures fill your soul". "The world is a big playground - a lot to discover"

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Mengenal Matcha

2 Juni 2020   21:44 Diperbarui: 2 Juni 2020   21:38 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Es Matcha Latte (dokpri)

Penggemar kuliner Jepang pasti mengenal matcha: Moci Matcha, Es krim Matcha, Bolu Matcha, Latte Matcha, dll, tapi apa itu matcha?

Matcha adalah serbuk teh hijau. Baik teh hitam, teh hijau, teh putih bahkan teh pu-er berasal dari tanaman yang sama yang bahasa latinnya yaitu Camelia sinensis. Proses pengolahan daun teh yang berbeda yang membuat teh berwarna hitam atau hijau.

Teh hitam berasal dari daun teh yang setelah melalui proses oksidasi dan fermentasi berubah warna menjadi hitam, dengan rasa pahit dan harumnya yang khas. Sedangkan untuk teh hijau, daun teh segar langsung dikeringkan sehingga warnanya tetap hijau.

Bagaimana Matcha dibuat?

Sebelum menjadi matcha, daun-daun teh yang baru tumbuh harus dilindungi dari sinar matahari selama 30-40 hari. Tanaman teh untuk matcha harus tumbuh di ruangan yang hampir gelap, sehingga struktur daun teh akan menjadi lebih halus dan rasanya lebih manis. Dengan terbatasnya sinar matahari, proses fotosynthesis yang merubah asam amino ke katekin yang membuat rasa teh menjadi pahit terhambat.

Setelah dipetik, daun teh diuapkan untuk mempertahankan rasa dan warna, baru kemudian dikeringkan dan dipisahkan dari batangnya. Sampai proses ini, daun teh diberi nama tencha. Daun teh kering  (tencha) yang setelah ditumbuk menjadi serbuk diberi nama matcha.

Proses membuat matcha diperkenalkan pertama kali sekitar tahun 1200, bersamaan dengan pengembangan agama Zen-Budha ke Jepang. Biksu-biksu dari Cina pada saat itu memandang teh sebagai obat.  Daun teh dibuat serbuk untuk mempertahankan khasiat dan agar bisa dikonsumsi secara utuh. Contohnya vitamin E; jika teh diseduh dengan air panas, vitamin E akan tertinggal di daun dan terbuang.

Dulu di Jepang, matcha merupakan bagian terpenting dari acara minum teh. Dengan perkembangan jaman, generasi muda mengolah matcha berkualitas rendah untuk kuliner sehingga menjadi trend seperti sekarang.

Mengapa Matcha mahal?

Semakin mahal  matcha, semakin tinggi kualitasnya. Matcha berkualitas tinggi hanya dibuat dari daun teh muda yang dipetik dengan tangan. Semakin muda dan jarang terkena sinar matahari, semakin manis rasanya.

Matcha kualitas sedang dibuat dari daun yang agak tua sehingga rasanya agak pahit, sedangkan matcha kualitas rendah biasanya bukan hanya berasal dari daun tua tapi juga dipetik dengan mesin.

Perkebunan teh berskala kecil di Jepang umumnya masih menerapkan sistem tradisional. Untuk menghindari sinar matahari, tanaman teh ditutup dengan ilalang kering, jika hujan turun, zat2x yang terkandung di ilalang jatuh dan meresap ke tanah, sehingga tanah menjadi lebih subur. Umumnya disini pemetikan daun teh juga sebagian besar masih manual, yang memicu harga produksi menjadi lebih tinggi, tapi kualitatif juga lebih baik.

Bagaimana cara mengolah Matcha di rumah?

Secara tradisional, gumpalan serbuk matcha dihancurkan dulu dengan pengocok khusus/sendok yang terbuat dari bambu, baru tambahkan air mineral panas yang sudah tidak mendidih.  Setelah air dituangkan, kocok serbuk matcha dengan kencang sehingga serbuk terlarut dan berbusa.

Resep Matcha Latte: campurkan 1 sendok teh serbuk matcha yang terlarut dalam 20 ml air panas dengan 200 ml susu cair dingin atau panas.

Resep garam Matcha: 1 sendok teh serbuk matcha, 1 sendok makan garam. 

Garam matcha cocok ditaburkan dengan salad sayuran, telur (dadar atau rebus), kentang goreng, ikan atau ayam bakar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun