Perkembangan ilmu komunikasi saat ini, sama sekali tidak dapat dilepaskan dari keadaan masa lalu yang didominasi oleh kajian dan teori dari Daniel Larner dan kawan-kawan. Dalam empat dekade terakhir, Daniel Larner dan Everett M. Rogers dikenal sebagai pemikir liberal dan pendukung utama teori modernisasi.
Pada dasarnya teori modernisasi beranggapan bahwa keterbelakangan yang membelenggu masyarakat dunia ketiga, bersumber dari dalam rakyat itu sendiri, yaitu mentalitas individu dan kebudayaan tradisional.
Dalam pemahaman lain, syarat esensial dalam pemenuhan untuk mencapai suksesnya pembangunan dan demokratisasi adalah penggunaan nilai-nilai yang tepat, yang sesuai dengan mobilitas dalam keseluruhan sistem dalam suatu institusionalisasi.
Pada akhirnya, tradisional dan modernisasi bukanlah suatu hal yang begitu berlawanan, melainkan dapat berjalan bersamaan dan beriringan dalam proses pembangunan. Dampak nyata dari penerapan teori modernisasi di Indonesia adalah demokratisasi yang diiringi oleh kebebasan informasi, serta berkembangnya industrialisasi media massa.Â
Dengan adanya kebebasan informasi, maka lahirlah kebebasan pers dan penyiaran serta kebebasan untuk memperoleh informasi publik. Dalam masyarakat informasi sebagai dampak dari revolusi komunikasi atau informasi dalam suatu perubahan proses komunikasi, dipengaruhi oleh pengumpulan informasi, penyimpanan informasi, pengolahan informasi, dan penyebaran informasi.
Perkembangan Jurnalisme Masa Depan
Sejak awal reformasi, media massa memasuki babak baru dan pola baru yaitu kepemilikan tunggal media massa di Indonesia, yang kapan saja dapat mengancam kebebasan pers di Indonesia.
Industri media massa di Indonesia telah mengalami tiba perkembangan yang signifikan, yaitu berlakunya dua undang-undang di bidang pers berupa UU No 40 Tahun 1999 tentang pers dan UU No 32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Selain itu, peran media sebagai sumber informasi pertama dan utama bagi masyarakat secara perlahan bergeser pada media elektronika. Dan pada perkembangannya muncullah konglomerasi media elektronika yang turut merangsang perkembangan media cetak dan siaran radio.
Pada masa elektronika yang membuat rating dan share menjadi sebuah kelas tersendiri bagi media massa. Apabila terdapat respon yang sedikit dapat menjadikan suatu stasiun televisi dari eksistensi dunia penyiaran.
Kaitan Konglomerasi atas Perkembangan Jurnalisme Masa Depan
Konglomerasi media pertama di Indonesia ada di media cetak, namun konglomerasi media elektronika adalah bentuk konglomerasi yang paling signifikan dari segi kapitalisasi modal dan uang yang berputar dalam suatu kelompok usaha.
Konglomerasi dimulai oleh Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo yang berhasil melakukan perjanjian dengan Bambang Trihatmodjo yang merupakan seorang pemilik mayoritas kelompok bisnis Bimantara Citra Tbk. yang kini menjadi pemilik mayoritas perusahaan RCTI. Setelah berhasil melakukan penguasaan dan pengendalian penuh atas RCTI, Hary kemudian menguasai TPI (Televisi Pendidikan Indonesia). Seanjutnya Hary turut menguasai Global TV. Dengan adanya ketiga perusahaan tersebut menjadikan sebuah grup konglomerasi dengan pemilik saham 100 persen dimiliki oleh Bimantara, yang kini dikenal dengan Media Nusantara Citra, Tbk, (MNC) yang hingga saat ini telah mengendalikan ketiga stasiun televisi tersebut.
Diwaktu yang nyaris bersamaan, dua pemilik media cetak yaitu Jakob Oetama dan Surya Paloh melakukan kerjasama dan mendirikan stasiun televisi. Kini Surya Paloh menjadi konglomerat media yang berhasil menyinergikan media cetak (Media Indonesia) dengan stasiun televisi (Metro TV) dalam sebuah kebijakan redaksional, konten, dan iklan.
Selanjutnya, pada tahun 2000an muncullah Chairul Tanjung sebagai pengusaha yang memulai karirnya dari nol pengalaman di dunia media dan berhasil membangun Trans TV.
Jurnalisme Masa Depan
Di masa depan nanti, jurnalisme tidak lagi bersifat linear. Para audiens akan menjadi seorang konsumen sekaligus produsen dari suatu konten. Cara penyebaran berita akan melalui media sosial.Â
Nilai akurasi suatu berita akan terpengaruh dengan kecepatan penyebaran berita tersebut. Pada era jurnalisme masa depan, terdapat dua jenis pelaporan berita, yaitu:
Curative Journalism, merupakan suatu proses pengumpulan bahan berita yang dapat diambil dari berbagai sumber, yang kemudian akan diolah, dan dikumpulkan pada satu tempat yang dikhususkan untuk para audiens mengonsumsi berita.
Hyperlocalization Journalism, merupakan praktik jurnalisme yang berbasis lokal atau komunitas dalam jangkauan yang cenderung sempit. Berita jenis ini akan dipublikasikan khusus untuk menjadi konsumsi suatu komunitas atau jangkauan lokal. Informasi yang dimuat berbasis pada peristiwa yang terjadi di komunitas atau lokasi tertentu.
Berikut adalah infografis sebagai pelengkap materi diatas
Selain itu, terdapat juga video penjelasan mengenai Skill Khusus yang perlu dimiliki oleh jurnalis di masa depan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H