Mohon tunggu...
lieztya09
lieztya09 Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dokter Keluarga

2 November 2016   16:34 Diperbarui: 2 November 2016   16:41 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saat sumpah dokter, air mataku menetes tak terbendung. Bapak ku tersayang tidak ikut menyaksikan karena telah tiada.."

------------------------------------

Seragam putih abu-abu ini sudah melekat tiga tahun. Waktu terasa singkat, seperti baru kemarin masuk SMA. Berat rasanya meninggalkan sekolah, guru, teman-teman yang sudah menjadi bagian hidupku tiga tahun ini.

Masa depan masih panjang, jalan terjal yang kulalui masih banyak melintas di depan. Begitu juga pendidikan, setelah lulus SMA aku ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Awal masuk kelas 2 SMA mulai bingung mau meneruskan pendidikan ke mana dan jadi apa. Sebagian besar teman-teman menyarankan untuk jadi dokter. Jujur sebenarnya dari kecil justru ingin jadi dokter hewan, Ketika melihat hewan sakit rasanya ingin merawat agar segera sembuh

 “Aisyah Nuha Zahira, kamu pantasnya jadi dokter saja.” Kata teman-temanku.

Kedua orang tua memberi kebebasan untuk menentukan masa depan. Dengan konsekuensi harus serius dengan apa yang dipilih dan tidak boleh menyerah.

“Teman-teman ada yang mau ikut SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) , aku juga mau ikut. Bagaimana dengan kamu?”Adiba semangat ingin mengikuti SNMPTN.

“Ingin ikut juga! Aku sudah memutuskan untuk memilih pendidikan dokter. Terutama karena ingin memenuhi cita-cita kakek (dari bapak) yang menginginkan salah satu cucunya untuk menjadi dokter. Bahkan beliau sampai terus-terusan menelpon untuk memastikan memilih pendidikan dokter bukan kedokteran hewan.” Jadi teringat kakek yang terus menyemangatiku memilih pendidikan dokter.

“Aisyah, si calon dokter yang rajin belajar agar cita-citanya tercapai.” Adiba Shakila Atmarini, sahabatku yang bercita-cita menjadi pengusaha ingin melanjutkan kuliah jurusan manajemen.

“Adiba, si calon pengusaha. Kamu juga harus semangat belajarnya.”menyemangati Adiba.

 Lulus SMA kami dua sahabat mengikuti SNMPTN, ujian demi ujian kami tempuh. Walaupun di awal pesimis karena persaingannya sangat ketat dan waktu ujian SNMPTN malah sakit, berkat keinginan kakek ini juga sepertinya yang melancarkan jalan ke sana. Alhamdulillah kami diterima di Universitas yang sama dengan beda jurusan, Adiba jurusan manajemen sedangkan aku jurusan pendidikan dokter.

-----------------------------

Cuaca begitu cerah, awan di langit terlihat begitu putih.

Diterima menjadi mahasiswi, pertama kalinya aku tinggal jauh dari keluarga dalam waktu yang lama yaitu selama menempuh pendidikan dokter.

“Aisyah, sudah lama kita belum pulang?kangen keluarga dirumah nih?”Adiba ingin pulang.

Adiba dan aku, selama 3 bulan pertama belum bisa pulang karena kegiatan kampus. Aku sendiri sampai turun 7 kg berat badanku.hehehe....

Bertemu banyak teman-teman baru yang alhamdulillah supportif dan membawa banyak kebaikan. Sempat down di semester 2 karena ada mata kuliah nilainya D+ dan IP nyaris tidak melampaui 2,6 dan alhamdulillah masih ada semester pendek yang diisi dengan kuliah lagi setiap hari senin-jum'at  ditambah tugas-tugas yang banyak di saat teman-teman kos banyak yang liburan. Alhamdulilah sejak saat itu bisa menemukan cara belajar yang pas sehingga tidak terulang kembali di semester selanjutnya.

Waktu berjalan begitu cepat, seperti baru kemarin diterima menjadi mahasiswa. Semester ini sudah masuk semester akhir, yang harus mempersiapkan skripsi sebagai syarat kelulusan S1 pendidikan dokter.

Begitupun dengan Adiba yang sudah mempersiapkan skripsi sebagai syarat kelulusan S1 Manajemen.

“Aisyah, bagaimana perkembangan skripsi kamu?”Adiba sibuk dihadapan laptop mengerjakan skripsi.

“Iya ini harus mengulang penelitian baru, padahal kemarin sudah sampai analisa data. Memang harus diulang sih, karena ada kesalahan prosedur awal. Semangattt...” Sedih tetapi memang harus mengulang.

Tahap demi tahap kujalani untuk mengulang penelitian dengan harapan hasil yang lebih baik. Dan puncaknya adalah harus mengikhlaskan bapak untuk menghadapNya terlebih dahulu tepat saat masa-masa sulit mengerjakan skripsi. Sungguh berat hari-hari kulalui tanpa semangat dari bapak. Namun  berkat semangat dari keluarga jugalah kurang dari sebulan setelahnya justru skripsi bisa terselesaikan dengan nilai yang sangat memuaskan serta bisa lulus S1 dengan IPK yang memuaskan pula.

Syukur  padaMu Ya Allah atas berbagai kemudahan yang Engkau berikan.

------------------

Butiran embun pagi pelan-pelan terkikis sinar sang surya. Rumput-rumput dan dedaunan terlihat begitu segarnya.

Sahabatku Adiba sudah lulus S1 Manajemen, mengembangkan usaha pakaian dan jilbab yang sudah dirintis sejak sekolah.  Selain mengambil dagangan dari luar, Adiba juga mendesain sendiri. Pemasaran lebih banyak melalui media online.

“Adiba si pengusaha pakaian dan jilbab. Semangat sahabat!!”semangati Adiba.

“Aisyah, semangat ya melanjutkan pendidikan profesi dokter.”semangat dari Adiba.

Pendidikan profesi dokter adalah kelanjutan dari pendidikan dokter. Menjalani pendidikan profesi dokter memang sedikit melelahkan.hehehe... Stase pertama bagian major di obgyn/kandungan memberikan kesan tersendiri. Saat jaga pertama kali melihat proses melahirkan seketika itu ingat dengan ibu di rumah, ingat perjuangan beliau. Setiap melihat dan membantu proses persalinan semakin terenyuh ingat ibu. Namun seiring dengan berjalannya proses dan makin terbiasa berkecimpung di dunia medis sempat merasa hilang rasa.

Setiap hari bertemu banyak orang sakit berat dan melihat kematian. Hingga akhirnya diingatkan kembali saat stase forensik. Tersadar kembali kalau hidup mati tidak ada yang bisa menebak. Banyaknya kasus meninggal seketika akibat kecelakaan lalu lintas kembali mengingatkan. Kita tidak bisa menghindari ajal, ketika berangkat aktivitas seperti biasa namun ternyata takdirNya berkata lain.

Selama pendidikan profesi alhamdulillah selalu diingatkanNya saat diri mulai tidak fokus. Dan semuanya berjalan lancar dengan banyak sekali kemudahan serta dapat diselesaikan tepat waktu.

"Saat sumpah dokter, air mataku menetes tak terbendung. Bapak ku tersayang tidak ikut menyaksikan karena telah tiada.." rasa haru dan rasa bangga menyelimuti karena bisa menyelesaikan profesi dokter.

--------------------------

Jas berwarna putih menggantung di ruang dokter Aisyah Nuha Zahira. Pagi ini aku bertugas di poli umum sebuah klinik pratama. Memakai jas dokter adalah kebangganku, semua keberhasilan yang kucapai kupersembahkan untuk keluarga.  Harapanku setelah menjadi dokter adalah bisa menjadi salah satu jalan untuk ibadah dan mengabdi, baik buat keluarga maupun lingkungan sekitar.

Keluarga adalah segalanya, karena dukungan keluarga lah yang menjadikanku seperti ini. Terimakasih tak terhingga terutama untuk ibu tercinta yang memberikan restu terhadap segala apa yang kulakukan selama ini.

Aku hanya ingin menjadi :

  • anak yang berbakti dan bisa dibanggakan keluarga
  • anak yang sholehah sehingga do’a-do’anya bisa menyertai kedua orang tua

semoga keinginanku terkabul. Aamiin..

--lieztya09--

1 Safar  1438 H

#semangat memperbaiki diri

#semangat menjadi pribadi yang indah

#tersenyum dan tetap semangat

#thanks to : narasumber dan pembaca

#goresan pena ini kupersembahkan untuk temanku “tetaplah menjadi dokter kebanggaan keluarga”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun