“Mana bro?mana..mana?Yusuf ikut berlarian.
“Alhamdulillah tidak sia-sia kita hari ini. Sudah disimpan saja berkasnya.”Ramdan ikut senang.
“Aku difitnah orang itu, berkasnya kutemukan dimejanya?tidak terima aku, kenapa aku difitnah seperti ini. Apa salahku?”aku marah ternyata dokumen yang kucari ada di meja salah satu dari staf keuangan.
Aku berjalan cepat mencari pisau, tangan ini gemetar ingin rasanya menusukkan pisau ini ke orang itu.
“Sabar, sabar teman. Minum dahulu biar dingin, ini sudah kubelikan jus. Ayo semua pada minum dahulu.” Yusuf mengambilkan segelas jus alpukat.
“Sudah...yang penting ketemu. Ayo pulang setelah ini.”Ramdan pelan-pelan mengambil pisau dari tangaku dan menyembunyikan entah dimana.
Aku terdiam mendengar kata-kata mereka, tetapi amarahku masih membara, jiwaku.. hatiku..seperti terbakar api.
“Aku ingin membunuh orang itu?baru aku bisa tenang.”
“Ingat anak istrimu..bagaimana kalau kau dipenjara. Siapa yang menghidupi keluargamu?siapa yang melindungi keluargamu?coba dipikirkan, jangan terbawa amarah.”Yusuf terus menenangkanku.
Aku terdiam mendengar ucapan Yusuf, teringat anak istriku. Kupandangi wajah teman-temanku, termasuk adikku yang terdiam seperti ketakutan melihatku.
“Ayo sholat Ashar, sholat berjamaah. Kak Rozak jadi imamnya ya?”Hasna mengajak kami sholat Ashar. Di suasana yang masih penuh amarah, Hasna mengingatkan kami masih ada Allah yang selalu bersama kami.