Pekerja rantauan itu dituntut kreatif, inovatif, adaptif, dan if yang lain. Makanya mesti pinter mencari trik. Ngetrik, nyentrik. Begitulah!
Tulisan ini dibuat karena perantau tergelitik sama AI (Artificial Intelligence).
Di era kemajuan teknologi ini, kecerdasan buatan (AI) telah menjadi salah satu inovasi paling revolusioner yang mulai merasuk ke berbagai aspek kehidupan kita. Namun, seperti halnya semua perubahan besar, kehadiran AI tidak lepas dari kontroversi. Ada segelintir pihak -sangat kecil- yang dengan tegas menolak AI, menganggapnya sebagai ancaman terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan bahkan menuduh penggunaannya sebagai bentuk kecurangan. Penolakan ini bukan hanya tidak berdasar, tetapi juga menunjukkan ketidakpahaman mendasar tentang apa itu AI dan bagaimana AI dapat dimanfaatkan secara positif.
AI Itu Alat, Bukan Pengganti Manusia
Salah satu kritik yang sering dilontarkan adalah bahwa AI akan menggantikan peran manusia, menghilangkan pekerjaan, dan mengurangi nilai-nilai kemanusiaan. Namun, pandangan ini keliru dan tidak beralasan. AI diciptakan untuk menjadi alat bantu, bukan pengganti manusia. AI dirancang untuk meningkatkan efisiensi, mempercepat proses, dan membantu manusia dalam mengambil keputusan yang lebih baik berdasarkan data yang ada.
Menggunakan AI bukan berarti manusia menjadi malas atau curang. Justru sebaliknya, AI memungkinkan manusia untuk fokus pada tugas-tugas yang lebih kreatif, strategis, dan bernilai tinggi. Dengan bantuan AI, manusia dapat mencapai hal-hal yang sebelumnya mungkin tidak terpikirkan atau terlalu rumit untuk diwujudkan. Mengabaikan potensi AI sama saja dengan menolak peluang untuk maju dan berkembang.
Ketakutan yang Tidak Berdasar
Penolakan terhadap AI seringkali didasari oleh ketakutan akan hal-hal yang tidak diketahui atau dipahami sepenuhnya. Ketakutan ini seringkali diperparah oleh narasi-narasi negatif di media yang menggambarkan AI sebagai ancaman terhadap pekerjaan dan privasi. Padahal, banyak dari kekhawatiran ini yang sebenarnya dapat diatasi melalui regulasi yang tepat, pendidikan yang memadai, dan pemahaman yang lebih baik tentang teknologi ini.
Kritik lain yang muncul adalah bahwa pengguna AI dianggap tidak adil atau curang, seolah-olah mereka menghindari tantangan yang seharusnya dihadapi oleh manusia secara alami. Pandangan ini sepenuhnya salah. AI tidak menghilangkan kebutuhan akan kreativitas, etika, dan pemikiran kritis manusia. Sebaliknya, AI mendukung dan memperkuat kemampuan-kemampuan ini. Penggunaan AI adalah bukti dari kemampuan manusia untuk beradaptasi dan berkembang dengan memanfaatkan teknologi yang ada.
Realitas yang Harus Dihadapi