Cerita ini aku mulai dari 6 Mei 2021/ 24 Ramadhan 1442 H di Depok. Bertepatan dengan tanggal terkahir kesempatan mudik tahun ini, karena setelah itu larangan mudik mulai diberlakukan.
Seorang motivator memberikan challenge untuk menuliskan lima hal penting dalam hidup, yang mana ketika kehilangan hal tersebut maka hidup kita akan berbeda.Â
Sebagai peserta kegiatan "Capacity Building" yang diadakan Bagian Organisasi Kepegawaian dan Hukum Ditjen Bimas Islam, aku pun antusian mengikuti perintah sang motivator. Banyak yang aku tulis, sampai pada akhirnya aku menuliskan lima kata -hal terpenting- secara berurutan yaitu keluarga, kesehatan, al-quran, pekerjaan, uang.Â
Setelah diminta menuliskan dan mengurutkan, peserta diminta menyeleksi satu persatu. Karena challenge ini menggambarkan pikiran masing-masing peserta, maka jawaban kita berbeda-beda. Beberapa peserta mendapat kesempatan untuk presentasi.Â
Salah seorang peserta menyampaikan lima hal penting pilihannya adalah iman, ibu, ibu, ibu, ayah. Ada yang mempresentasikan lima hal penting tersebut meliputi iman, orang tua, ilmu, sahabat, kesehatan. Ada yang menulis orang tua, istri, keluarga, penghasilan, gedget.Â
Dari beberapa orang yang berkesempatan presentasi, semua menyampaikan pilihan terakhir yang tidak bisa diseleksi adalah "iman".Â
Mendengar peserta mempresentasikan pilihan terakhirnya. Aku tengok kembali lima hal penting yang aku tulis. Ternyata aku meletakkan kata "al-Quran" pada posisi ketiga berdampingan dengan "kesehatan", dan menyisakan kata "keluarga" yang tidak aku seleksi.Â
Aku tidak punya kesempatan presentasi pada challenge ini. Akhirnya kubawalah pikiran yang mengganjal ini sampai ke kosan. Sesampainya di kosan, aku mencari rasionalisasi kenapa pilihanku berbeda dengan sebagian besar teman-temanku yang menyisakan "iman" pada pilihan terakhirnya.Â
Begini alasanku...
Pada urutan kelima aku seleksi kata "uang", karena menurutku uang bisa didapat ketika pilihanku nomor empat, yaitu "pekerjaan", masih aku miliki. Bagaimana tidak aku seleksi diawal, karena memasukkan uang pada lima hal penting ini sepertinya sebuah kesalahan. Pada pekerjaan sebelumnya, aku berpenghasilan pas-pasan ternyata cukup untuk membiayai kebutuhanku. Sedangkan sekarang dengan penghasilan lebih tinggi pun uangku tidak bersisa.Â
Pada urutan keempat aku menyeleksi kata "pekerjaan", karena menurutku, kesehatan lebih penting daripada bekerja. Bagaimana bisa merasakan indahnya kehidupan jika tidak diberkahi dengan kesehatan. Selama sehat, aku yakin bisa berusaha mencari pekerjaan dengan lebih baik.Â
Pada urutan ketiga aku bimbang apakah aku seleksi kata "alquran" atau "kesehatan". Karena kebimbangan, aku seleksi keduanya sekaligus. Aku tidak yakin menyeleksi "alquran", karena ini bagian dari iman yang seharusnya tidak aku seleksi. Namun dilain sisi, aku sudah merasakan bagaimana rasanya ketika sakit dan berada diperantauan. Sendirian dalam keadaan sakit itu bener-bener sakit yang hakiki.Â
Terakhir, aku sisakan kata keluarga. Kenapa aku sisakan kata "keluarga"? Barulah aku memperoleh jawaban. Ya, karena aku sedang jauh dari keluarga. Mereka adalah sosok yang saat ini paling tidak bisa aku bayangkan kepergiannya. Â
Selanjutnya...
Masalah al-Quran. Kenapa aku seleksi?Â
Sampai saat ini aku memiliki mushaf yang aku deres setiap hari. Bahkan seminggu sebelumnya, aku mendapat mushaf baru produksi Unit Pencetakan Quran (UPQ) Kemenag, merupakan produksi terbaru Tahun 2020 dari pabrik pemerintah Indonesia.Â
Tentang pilihan kata kelima!
Aku sedikit kecewa memasukkan kata "uang". Selain alasan yang sudah aku ungkapkan di atas, ada satu alasan lagi kenapa aku kecewa. Ya, aku kecewa tidak memasukkan kata "Sahabat". Sahabat seharusnya menjadi prioritas penting. Namun setelah aku pikir lagi, ternyata selama empat bulan di perantauan aku belum merasakan kasih sayang sahabat seperti sebelumnya.Â
Hallo, gimana kabarnya sahabat kecilku yang sudah menikah duluan, sahabat kerjaku di Bawaslu Kabupaten Semarang, dan sahabat-sahabat kuliahku sudah lama kita tidak berjumpa. Bahkan lebaran tahun ini kita nggak bisa bertemu. Â
Mohon doa, semoga kehidupanku di perantauan selalu lancar, baik, dan dilimpahi berkah. AamiinÂ
Kosan Ibu Nana,
Jakarta, 12 Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H